Thursday, July 22, 2010

obligasi jangka panjang

Obligasi Alternatif Investasi Jangka Panjang

Keuntungan dalam berinvestasi sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah pengetahuan Anda sebagai individu dalam melihat peluang dan mempelajari seluk-beluk sarana invetasi itu sendiri. Dalam mencapai berbagai tujuan keuangan keluarga beragam produk investasi tersedia, tinggal Anda sebagai investor untuk memilih produk alternatif yang tersedia. Saham, reksadana, emas dan investasi di sektor properti adalah beberapa alternatif pilihan berinvestasi. Selain saham, pasar modal juga menawarkan alternatif investasi lain yaitu melalui surat utang jangka panjang atau obligasi (bond).

Secara singkat obligasi adalah surat utang jangka panjang dengan nilai nominal (nilai pari/ par value) dan waktu jatuh tempo tertentu yang diterbitkan oleh suatu lembaga. Penerbit obligasi bisa merupakan suatu perusahaan swasta maupun BUMN dan juga pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu jenis obligasi yang diperdagangkan di pasar modal kita saat ini adalah obligasi kupon (Coupon bond) dengan tingkat bunga tetap (fixed) selama masa berlaku obligasi.

Secara umum berinvestasi dalam obligasi mirip dengan berinvestasi di deposito pada bank. Bila Anda membeli obligasi, Anda akan memperoleh bunga/kupon yang tetap secara berkala biasanya setiap 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun sekali sampai waktu jatuh tempo. Ketika obligasi tersebut jatuh tempo, maka penerbit harus membayar sesuai dengan nilai pari dari obligasi tersebut beserta bunga/ kupon dari obligasi tersebut.

Satu hal yang perlu Anda ketahui sebagai investor individu adalah besarnya kebutuhan modal yang harus dikeluarkan untuk investasi dalam obligasi. Obligasi biasanya diperjual belikan dalam satuan Rp 1 miliar. Masa berlaku investasi obligasi sangat bergantung dengan badan yang menerbitkan. Yang paling umum adalah 5 tahun. Oleh karena itu sarana investasi dalam obligasi merupakan investasi jangka panjang. Sebagai pemegang obligasi, Anda dapat memperjual belikannya kepada pihak lain sebelum obligasi tersebut jatuh tempo sesuai dengan nilai atau harga pasar.

Transaksi Obligasi

Harga obligasi di pasar bisa saja lebih tinggi dari nilai parinya atau lebih rendah dari nilai parinya. Faktor perubahan harga obligasi di pasar sangat dipengaruhi oleh perubahan bunga deposito. Sebagai contoh dari sebuah transaksi obligasi serta bunga atau keuntungan yang dapat diperoleh dalam berinvestasi di obligasi. Misalkan Anda membeli sebuah obligasi dengan nilai pari Rp 1 miliar seharga Rp 900 juta (90 persen dari nilai pari).

Obligasi tersebut memberikan kupon tetap sebesar 16 persen/tahun dan dibayarkan setiap tahun. Obligasi tersebut jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Jadi Anda akan memperoleh dana sebesar Rp 160 juta (16 persen X Rp.1 miliar) selama 5 tahun. Diakhir tahun ke-5 Anda bukan hanya memperoleh bunga yang Rp 160 juta, tapi juga memperoleh nilai pari dari obligasi tersebut yaitu Rp 1 miliar.

Selain dari keuntungan bunga yang relatif lebih tinggi dari deposito, Anda juga dapat mendapatkan keuntungan capital gain dalam investasi obligasi. Dari contoh sebelumnya, bila ternyata diakhir tahun ke-1 setelah kupon ke-1 Anda terima, ternyata harga dari obligasi tersebut naik menjadi Rp 950 juta.

Untuk merealisir capital gain yang bisa Anda dapatkan Anda bisa menjual obligasi tersebut di harga Rp 950 juta. Sehingga dari selisih harga beli dan jual Anda mendapatkan keuntungan sebesar Rp 50 juta. Ditambah dengan bunga/kupon yang telah Anda terima sebelumnya sebesar Rp 160 juta maka total keuntungan Anda dalam satu tahun ini adalah sebesar Rp 210 juta atau sebesar 23,33 persen/tahun [(Rp 50 juta + Rp 160 juta)/Rp 900 juta)].

Jadi investasi pada obligasi bukan hanya memberikan keuntungan dari pembayaran bunga tetap tapi Anda juga berpeluang untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual atau capital gain.

Pengaruh Deposito

Secara umum nilai kupon atau bunga obligasi akan lebih tinggi dibandingkan dengan bunga deposito di pasar. Hal ini untuk menarik minat para investor untuk menempatkan dananya di obligasi. Tapi fluktuasi dari harga obligasi akan terjadi setelah masuk ke pasar di mana sangat bergantung dengan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar.

Aksi dari para investor untuk menjual, membeli atau menahan obligasi yang dimiliki sangat bergantung dengan bunga deposito yang berlaku di pasar. Jika kupon atau bunga obligasi yang ada lebih tinggi dari bunga deposito maka harganya relatif akan lebih tinggi dari nilai parinya.
Sebaliknya, bila bunga deposito lebih tinggi maka harga obligasi akan merosot. Logika dari fluktuasi perubahan harga obligasi adalah sebagai berikut, jika suku bunga deposito lebih tinggi maka para investor akan lebih memilih menempatkan dananya di deposito, sehingga mereka mengambil aksi jual dari obligasi yang dimiliki. Aksi jual ini akan mengakibatkan harga dari obligasi tersebut akan terkorekasi atau menurun.

Sebaliknya juga benar bila suku bunga deposito cenderung menurun, para investor akan membeli obligasi yang mengakibatkan tingginya permintaan dan meningkat-nya harga obligasi.
Selain dari suku bunga deposito, penurun harga dari sebuah obligasi bisa juga diakibatkan oleh risiko perusahaan yang mengeluarkan. Misalkan perusahaan penerbit obligasi mengalami kesulitan keuangan, sehingga tidak mampu membayar bunga atau kupon (default), harga dari obligasi tersebut bisa anjlok. Sehingga memilih obligasi yang tetap dan risiko yang terkandung sangatlah diperlukan agar tujuan keuangan yang ingin dicapai dapat tercapai melalui investasi ini.

Risiko Perlu Dipertimbangkan

Setiap invetor pasti ingin mendapatkan keseimbangan antara risiko dengan potensi keuntungan yang didapat. Ada beberpa risiko yang perlu Anda perhatikan bila ingin berinvestasi dalam obligasi.

Pertama, risiko tingkat suku bunga (interest rate risk). Dalam hal ini seperti telah dijelaskan di atas, jika tingkat suku bunga di pasar meningkat maka harga obligasi akan menurun, dan tentunya juga berlaku sebaliknya. Dalam beberapa bulan belakangan ini suku bunga deposito terus menurun yang secara teori akan meningkatkan harga obligasi. Pertimbangkan dengan masak risiko ini karena akan sangat berpengaruh terhadap potensi keuntungan yang bisa Anda dapatkan.

Risiko kedua adalah risiko gagal bayar (default risk). Dalam hal ini perusahaan penerbit bisa saja mengalami kesulitan keuangan dan mereka tidak menepati janjinya untuk membayar kupon atau bunga obligasi setiap tahun atau pokok dari investasi (nilai pari). Bila hal ini terjadi maka perusahaan penerbit gagal memenuhi janjinya dan Anda sebagai investor dirugikan. Dalam hal ini Anda dapat melihat peringkat dari obligasi dari perusahaan yang menerbitkan. Pemeringkatan ini dilakukan oleh sebuah perusahaan independen.

Di Indonesia perusahaan peringkat independen tersebut adalah PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia). Pemeringkatan ini dapat Anda lihat di harian bisnis yang beredar di Jakarta. Dalam hal ini PEFINDO memberikan simbol atau nilai pemeringkatan dari yang tertinggi sampai yang terendah sebagai berikut: idAAA (superior), idAA (very strong), idA (strong), idBBB (adequate), idBB (somewhat weak), idB (non-investment), idCCC (vulnerable), idD (default). Peringkat idAAA sampai dengan idBBB menyatakan bahwa sebuah obligasi dinyatakan aman dari default risk atau resiko gagal bayar atau obligasi dengan peringkat ini bisa dikatakan sebagai investment-grade bond.

Peringkat di bawah dari idBBB tidak disarankan dalam investasi ini dan dikategorikan sebagai speculative-grade bond. Peringkat dari idAA sampai idB sering dibubuhi tanda รข€“ (minus) atau + (plus). Hal ini memberikan indikasi akan naik atau turunya dari peringkat sebuah obligasi. Misalkan sebauh obligasi mendapat peringkat idA+, maka peringkat dari obligasi tersebut mungkin akan naik menjadi idAA atau bila peringkat dari sebuah obligasi adalah idAA-, kemungkinan peringkat obligasinya akan turun menjadi idA.

Pemeringkatan ini memberikan informasi kepada Anda sebagai investor mengenai kapasitas maupun kemampuan sebuah penerbit obligasi dalam memenuhi janjinya yaitu membayar bunga atau kupon secara berkala dan mengembalikan semua pokok atau nilai pari-nya begitu jatuh tempo.

Yang perlu Anda mengerti juga, bahwa bukan hanya risiko tingkat suku bunga yang dapat mengakibatkan fluktuasi harga obligasi tapi risiko gagal bayar juga mempegaruhinya. Bila ada informasi di mana sebuah perusahaan akan gagal bayar maka peringkat dari perusahaan tersebut akan turun dibarengai dengan anjloknya harga obligasi tersebut.

Ketiga, risiko pembelian kembali (call risk). Ada beberapa jenis obligai yang memiliki feature call, di mana perusahaan penerbit memiliki hak untuk membeli kembali (buy back) obligasi yang Anda pegang atau Anda miliki pada harga tertentu (call price), sebelum obligasi tersebut jatuh tempo. Hal ini biasa dilakukan oleh perusahaan penerbit saat tingkat suku bunga di pasar turun menjadi lebih rendah dari tingkat pembayaran kupon (coupon rate).

Selanjutnya perusahaan penerbit akan menggantikan obligasi baru dengan tingkat kupon yang lebih rendah dari obligasi yang telah ditarik (call).

Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian dalam pola arus kas yang akan Anda terima. Selain itu potensi untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual atau capital gain juga akan berkurang, karena harga obligasi di pasar tidak akan naik jauh dari call price yang telah ditetapkan. Jadi dalam hal ini Anda harus memperhatikan spesifikasi serta feature yang ada di obligasi yang akan Anda beli.

Ke-empat, risiko nilai tukar mata uang (exchange rate risk). Hal ini perlu dipertimbangkan sejalan dengan akan dikeluarkan atau dicacatnya obligasi dengan mata uang non-rupiah di psar modal Jakarta. Nilai kupon atau arus kas yang Anda terima akan sangat berpengaruh dengan perubahan nilai tukar rupiah. Misalkan obligasi yang Anda beli dalam satuan dolar AS, maka kupon yang Anda terima berupa dola AS. Bila semakin menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS maka nilai nominal rupiah yang akan Anda terima menjadi lebih sedikit demikian juga sebaliknya. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap beberapa mata uang asing yang belum stabil menjadikan risiko ini harus diperhatikan dengan baik, jangan sampai hal ini merugikan investasi Anda.

Masih ada beberapa risiko yang berkaitan dengan obligasi seperti risiko likuiditas. Dalam hal ini kesulitan untuk menjual kembali obligai pada harga pasar mungkin saja terjadi. Bila Anda tiba-tiba membutuhkan dana dalam jangka pendek maka tingkat likuiditas atau risiko likuiditas ini dapat menghambat Anda untuk memperoleh dana dalam waktu singkat.

Oleh karena itu kami sangat menyarankan agar Anda melihat ivestasi ini dalam jangka waktu yang lebih panjang atau gunakan dana idle yang tidak digunakan dalam waktu dekat. Satu risiko lain adalah risiko inflasi, di mana nilai arus kas yang Anda terima dari kupon regular setiap tahun dapat tergerogoti dengan tingginya angka inflasi. Hal ini mengakibatkan daya beli Anda menurun.
Berinvestasi dalam obligasi membutuhkan dana yang besar. Satu hal yang juga harus diingat bahwa obligasi merupakan investasi jangka panjang. Bila dikaitkan dengan kupon yang diterima secara regular maka bisa jadi tujuan keuangan Anda saat ini adalah menginvestasikan dana untuk menghasilkan pendapatan atau arus kas masuk secra regular, baik setiap 3 bulan, 6 bulan maupun tahunan.

Melihat dari pergerakan nilai tukar rupiah yang terus mantap di kisar Rp.8900 membuat suku bunga SBI beberapa bulan ini selalu menurun. Bunga SBI ini adalah cerminan dari suku bunga deposito. Dengan begitu harga obligasi akan terkerek naik.

Dengan begitu Anda dapat memanfaatkan kondisi ini untuk mendapatkan capital gain. Tapi harus diingat, jangan Anda melupakan untuk memperhitungkan potensi keuntungan dan risiko yang terkandung dalam obligasi tersebut. Selamat berinvestasi dalam obligasi.

No comments: