Mengenal Pasar Modal
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain.
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrument.
[Printer friendly version]
Thursday, July 22, 2010
REKSA DANA
Mengenal Reksa dana
Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu Reksa Dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Umumnya, Reksa Dana diartikan sebagai Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27) didefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
Ada tiga hal yang terkait dari definisi tersebut yaitu, Pertama, adanya dana dari masyarakat pemodal. Kedua, dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek, dan Ketiga, dana tersebut dikelola oleh manajer investasi.
Dengan demikian, dana yang ada dalam Reksa Dana merupakan dana bersama para pemodal, sedangkan manajer investasi adalah pihak yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut.
Manfaat yang diperoleh pemodal jika melakukan investasi dalam Reksa Dana, antara lain:
Pertama, pemodal walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil risiko. Sebagai contoh, seorang pemodal dengan dana terbatas dapat memiliki portfolio obligasi, yang tidak mungkin dilakukan jika tidak tidak memiliki dana besar. Dengan Reksa Dana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang besar sehingga akan memudahkan diversifikasi baik untuk instrumen di pasar modal maupun pasar uang, artinya investasi dilakukan pada berbagai jenis instrumen seperti deposito, saham, obligasi.
Kedua, Reksa Dana mempermudah pemodal untuk melakukan investasi di pasar modal. Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan yang mudah, namun memerlukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua pemodal memiliki pengetahuan tersebut.
Ketiga, Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada Reksa Dana dimana dana tersebut dikelola oleh manajer investasi profesional, maka pemodal tidak perlu repot-repot untuk memantau kinerja investasinya karena hal tersebut telah dialihkan kepada manajer investasi tersebut.
Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:
*
Risko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut.
*
Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer Investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut.
*
Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.
Dilihat dari portfolio investasinya, Reksa Dana dapat dibedakan menjadi:
1.
Reksa Dana Pasar Uang (Moner Market Funds). Reksa Dana jenis ini hanya melakukan investasi pada Efek bersifat Utang dengan jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal.
2.
Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds). Reksa Dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Utang. Reksa Dana ini memiliki risiko yang relatif lebih besar dari Reksa Dana Pasar Uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.
3.
Reksa Dana Saham (Equity Funds). Reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis Reksa Dana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.
4.
Reksa Dana Campuran. Reksa Dana jenis ini melakukan investasi dalam Efek bersifat Ekuitas dan Efek bersifat Utang.
Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu Reksa Dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Umumnya, Reksa Dana diartikan sebagai Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27) didefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
Ada tiga hal yang terkait dari definisi tersebut yaitu, Pertama, adanya dana dari masyarakat pemodal. Kedua, dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek, dan Ketiga, dana tersebut dikelola oleh manajer investasi.
Dengan demikian, dana yang ada dalam Reksa Dana merupakan dana bersama para pemodal, sedangkan manajer investasi adalah pihak yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut.
Manfaat yang diperoleh pemodal jika melakukan investasi dalam Reksa Dana, antara lain:
Pertama, pemodal walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil risiko. Sebagai contoh, seorang pemodal dengan dana terbatas dapat memiliki portfolio obligasi, yang tidak mungkin dilakukan jika tidak tidak memiliki dana besar. Dengan Reksa Dana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang besar sehingga akan memudahkan diversifikasi baik untuk instrumen di pasar modal maupun pasar uang, artinya investasi dilakukan pada berbagai jenis instrumen seperti deposito, saham, obligasi.
Kedua, Reksa Dana mempermudah pemodal untuk melakukan investasi di pasar modal. Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan yang mudah, namun memerlukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua pemodal memiliki pengetahuan tersebut.
Ketiga, Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada Reksa Dana dimana dana tersebut dikelola oleh manajer investasi profesional, maka pemodal tidak perlu repot-repot untuk memantau kinerja investasinya karena hal tersebut telah dialihkan kepada manajer investasi tersebut.
Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:
*
Risko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut.
*
Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer Investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut.
*
Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.
Dilihat dari portfolio investasinya, Reksa Dana dapat dibedakan menjadi:
1.
Reksa Dana Pasar Uang (Moner Market Funds). Reksa Dana jenis ini hanya melakukan investasi pada Efek bersifat Utang dengan jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal.
2.
Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds). Reksa Dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Utang. Reksa Dana ini memiliki risiko yang relatif lebih besar dari Reksa Dana Pasar Uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.
3.
Reksa Dana Saham (Equity Funds). Reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis Reksa Dana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.
4.
Reksa Dana Campuran. Reksa Dana jenis ini melakukan investasi dalam Efek bersifat Ekuitas dan Efek bersifat Utang.
bisnis website
Bisnis Website Meroket seperti Real Estate
Seorang praktisi pembuatan website yang termasuk masih pemula berkirim pesan online, intinya menggunjingkan harga jual website yang gila-gilaan. Harganya tidak sekadar jutaan, tetapi miliaran. Bahkan ada yang mencapai tiga triliunan rupiah. "Akhirnya saya ikutan jualan website, laku Rp 1,5 juta, lumayan buat pemula," katanya.
Era sekarang sudah berbeda dengan lima tahun lalu. Jika dulu bisnis utama para spekulan adalah bagaimana mencari nama domain dot com yang bagus (premium name), hal seperti itu sudah lewat.
Memang sampai sekarang masih ada yang nekat "membabi buta" pasang harga nama domain melangit, seperti www.kompas.mobi dan www.klikbca.mobi yang dipasang harga oleh broker 800.000 dollar AS. Tetapi, hanya sekadar memarkir domain itu tanpa ada isinya tak akan membuat orang tertarik.
Kini arah bisnis sudah berubah. Angka traffic atau lalu lintas pengunjung web jauh lebih menarik dari sekadar nama domain. Walau demikian, tetap nama domain harus dijaga.
Setidaknya, untuk sebuah perusahaan akan terlihat menggelikan jika nama perusahaannya sudah dibajak orang. Contoh lama kasus ini melanda www.gudanggaram.com dan www.satelindo.com (untung sudah berubah nama jadi Indosat) yang berada di tangan orang lain.
Bisnis portal
Traffic atau lalu lintas pengunjung di sebuah website sekarang lebih dilirik pembeli website. Jika ingin membeli sebuah website, pertama kali yang dicek adalah seperti apa statistik lalu lintas datanya.
Kategori "portal news" adalah website yang mudah dibuat karena tersedia berbagai software pembuat website interaktif yang bisa didapatkan gratis. Karena itu, para pemain bisnis website ini rata-rata membangun portal (gerbang informasi). Bisa portal selebriti Indonesia, selebriti internasional, portal olahraga, portal berita umum, portal teknologi informasi, apa pun bisa "dijual".
Semakin menarik isi portal tersebut, semakin banyak yang mengunjungi, dan semakin banyak yang membuat link atau tautan untuk website itu, maka semakin tinggi traffic-nya dan semakin mahal harganya.
Luput dari sorotan publik, ternyata bisnis penjualan website di Indonesia cukup mencengangkan. Seorang tenaga staf sebuah perusahaan yang mengelola beberapa portal mengatakan perusahaannya beberapa bulan lalu menjual portal yang isinya selebriti internasional dengan harga tiga triliun rupiah.
"Portal entertainment itu paling banyak dikunjungi dan mudah update-nya, beda dengan berita-berita umum atau berita politik," kata tenaga staf tadi. Pemain kecil tak akan turun di segmen portal berita umum karena sudah kalah jauh dengan media massa.
Hebatnya, bisnis seperti itu dilakoni secara individual, dari rumah saja, bukan dari perusahaan resmi yang berkibar namanya. "Bos saya itu sudah lama jualan website, kadang beli website yang belum jadi, terus dikembangkan isinya, kalau sudah bagus baru dijual," katanya.
Kini, pemain-pemain baru di Indonesia terus tumbuh. Pemain baru akan membuka harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah saja. Cek di mesin pencari di google.com, rata-rata website berbahasa Indonesia dijual murah dengan harga Rp 1,5 juta. Harga itu tidak terlalu jelek karena modal mereka untuk nama domain dot com plus web hosting-nya per tahun bisa cuma Rp 200.000.
"Website" komunitas
Tren yang masih berkembang saat ini adalah bagaimana meng-online-kan komunitas-komunitas yang ada. Hingga kini hampir semua segmen komunitas sudah dibuatkan website-nya.
Konsep website komunitas selalu menarik perhatian karena komunitas yang loyal dan banyak akan semakin membuat website ramai sekaligus meningkatkan rating website di mata mesin pencari. Salah satu ciri adalah memiliki sistem keanggotaan yang terdaftar.
Data teknis anggota seperti daerah asal, umur, pekerjaan, akan menjadi profil yang menarik bagi pendistribusian informasi yang sesuai. Karena itu, website komunitas menjadi kandidat kuat untuk mendapatkan iklan online secara lebih mudah.
Fotografer.net adalah salah satu komunitas pehobi fotografi yang anggotanya ribuan dan memiliki loyalitas tinggi. Dari sisi kepentingan bisnis, nilai domain dan website fotografer.net akan mahal (jika dijual).
Chip.co.id (dari majalah komputer CHIP) juga menjadi contoh yang baik bagaimana mereka mengelola komunitas. Tak ada catatan valid, website mana yang anggotanya paling banyak di Indonesia. Namun, chip.co.id pernah mengklaim sebagai komunitas bidang teknologi informasi yang terbesar di Indonesia.
Keberhasilan situs-situs komunitas Indonesia sebenarnya tak bisa dinilai dengan uang. Loyalitas anggota komunitas lebih dari sekadar uang. Karena itu, akan menjadi kendala tersendiri jika sewaktu-waktu pemilik komunitas itu menjual website-nya.
Jika ingin memulai menjadikan website sebagai komoditas, jenis portal berita akan lebih baik daripada website komunitas. Namun, jika fokusnya adalah mengembangkan website untuk mendapatkan pendapatan dari iklan online, website komunitas bisa jadi pilihan.
Valuasi "website"
Anda punya website dan ingin menjualnya tetapi bingung menentukan harga? Beberapa perusahaan sudah banyak mencoba membuat software online untuk menilai website. Perhitungan ini biasanya didasari pada jumlah link website kita di tempat lain.
Contohnya www.dnscoop.com. Dari situs ini, perkiraan harga Yahoo.com adalah 2.147.483.647 dollar AS. Ada juga www.estibot.com, perkiraan harga Yahoo.com 13.000.000 dollar AS untuk nama domainnya dan 372.000.000 dollar AS untuk traffict-nya. Satu lagi, www.smartpagerank.com, maka perkiraan harga Yahoo.com 3.103.366.084 dollar AS.
Harga sebuah website akan meroket jika traffict juga meroket. Karena itu, bagi perusahaan yang berkecimpung di dalamnya, bisnis jualan website yang sudah ada traffict-nya jauh lebih menggiurkan dibandingkan dengan bisnis real estat.
Harga valuasi di atas hanya perkiraan dan valid bagi domain utama. Untuk kategori subdomain dan weblog (seperti anggota blogger.com), bisa jadi harga yang tertera tak berarti apa-apa karena tak akan ada yang mau membeli blog/subdomain. Jadi, jika ingin serius, tinggalkan blog gratisan dan bangun blog atau portal sendiri dari domain utama.
Seorang praktisi pembuatan website yang termasuk masih pemula berkirim pesan online, intinya menggunjingkan harga jual website yang gila-gilaan. Harganya tidak sekadar jutaan, tetapi miliaran. Bahkan ada yang mencapai tiga triliunan rupiah. "Akhirnya saya ikutan jualan website, laku Rp 1,5 juta, lumayan buat pemula," katanya.
Era sekarang sudah berbeda dengan lima tahun lalu. Jika dulu bisnis utama para spekulan adalah bagaimana mencari nama domain dot com yang bagus (premium name), hal seperti itu sudah lewat.
Memang sampai sekarang masih ada yang nekat "membabi buta" pasang harga nama domain melangit, seperti www.kompas.mobi dan www.klikbca.mobi yang dipasang harga oleh broker 800.000 dollar AS. Tetapi, hanya sekadar memarkir domain itu tanpa ada isinya tak akan membuat orang tertarik.
Kini arah bisnis sudah berubah. Angka traffic atau lalu lintas pengunjung web jauh lebih menarik dari sekadar nama domain. Walau demikian, tetap nama domain harus dijaga.
Setidaknya, untuk sebuah perusahaan akan terlihat menggelikan jika nama perusahaannya sudah dibajak orang. Contoh lama kasus ini melanda www.gudanggaram.com dan www.satelindo.com (untung sudah berubah nama jadi Indosat) yang berada di tangan orang lain.
Bisnis portal
Traffic atau lalu lintas pengunjung di sebuah website sekarang lebih dilirik pembeli website. Jika ingin membeli sebuah website, pertama kali yang dicek adalah seperti apa statistik lalu lintas datanya.
Kategori "portal news" adalah website yang mudah dibuat karena tersedia berbagai software pembuat website interaktif yang bisa didapatkan gratis. Karena itu, para pemain bisnis website ini rata-rata membangun portal (gerbang informasi). Bisa portal selebriti Indonesia, selebriti internasional, portal olahraga, portal berita umum, portal teknologi informasi, apa pun bisa "dijual".
Semakin menarik isi portal tersebut, semakin banyak yang mengunjungi, dan semakin banyak yang membuat link atau tautan untuk website itu, maka semakin tinggi traffic-nya dan semakin mahal harganya.
Luput dari sorotan publik, ternyata bisnis penjualan website di Indonesia cukup mencengangkan. Seorang tenaga staf sebuah perusahaan yang mengelola beberapa portal mengatakan perusahaannya beberapa bulan lalu menjual portal yang isinya selebriti internasional dengan harga tiga triliun rupiah.
"Portal entertainment itu paling banyak dikunjungi dan mudah update-nya, beda dengan berita-berita umum atau berita politik," kata tenaga staf tadi. Pemain kecil tak akan turun di segmen portal berita umum karena sudah kalah jauh dengan media massa.
Hebatnya, bisnis seperti itu dilakoni secara individual, dari rumah saja, bukan dari perusahaan resmi yang berkibar namanya. "Bos saya itu sudah lama jualan website, kadang beli website yang belum jadi, terus dikembangkan isinya, kalau sudah bagus baru dijual," katanya.
Kini, pemain-pemain baru di Indonesia terus tumbuh. Pemain baru akan membuka harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah saja. Cek di mesin pencari di google.com, rata-rata website berbahasa Indonesia dijual murah dengan harga Rp 1,5 juta. Harga itu tidak terlalu jelek karena modal mereka untuk nama domain dot com plus web hosting-nya per tahun bisa cuma Rp 200.000.
"Website" komunitas
Tren yang masih berkembang saat ini adalah bagaimana meng-online-kan komunitas-komunitas yang ada. Hingga kini hampir semua segmen komunitas sudah dibuatkan website-nya.
Konsep website komunitas selalu menarik perhatian karena komunitas yang loyal dan banyak akan semakin membuat website ramai sekaligus meningkatkan rating website di mata mesin pencari. Salah satu ciri adalah memiliki sistem keanggotaan yang terdaftar.
Data teknis anggota seperti daerah asal, umur, pekerjaan, akan menjadi profil yang menarik bagi pendistribusian informasi yang sesuai. Karena itu, website komunitas menjadi kandidat kuat untuk mendapatkan iklan online secara lebih mudah.
Fotografer.net adalah salah satu komunitas pehobi fotografi yang anggotanya ribuan dan memiliki loyalitas tinggi. Dari sisi kepentingan bisnis, nilai domain dan website fotografer.net akan mahal (jika dijual).
Chip.co.id (dari majalah komputer CHIP) juga menjadi contoh yang baik bagaimana mereka mengelola komunitas. Tak ada catatan valid, website mana yang anggotanya paling banyak di Indonesia. Namun, chip.co.id pernah mengklaim sebagai komunitas bidang teknologi informasi yang terbesar di Indonesia.
Keberhasilan situs-situs komunitas Indonesia sebenarnya tak bisa dinilai dengan uang. Loyalitas anggota komunitas lebih dari sekadar uang. Karena itu, akan menjadi kendala tersendiri jika sewaktu-waktu pemilik komunitas itu menjual website-nya.
Jika ingin memulai menjadikan website sebagai komoditas, jenis portal berita akan lebih baik daripada website komunitas. Namun, jika fokusnya adalah mengembangkan website untuk mendapatkan pendapatan dari iklan online, website komunitas bisa jadi pilihan.
Valuasi "website"
Anda punya website dan ingin menjualnya tetapi bingung menentukan harga? Beberapa perusahaan sudah banyak mencoba membuat software online untuk menilai website. Perhitungan ini biasanya didasari pada jumlah link website kita di tempat lain.
Contohnya www.dnscoop.com. Dari situs ini, perkiraan harga Yahoo.com adalah 2.147.483.647 dollar AS. Ada juga www.estibot.com, perkiraan harga Yahoo.com 13.000.000 dollar AS untuk nama domainnya dan 372.000.000 dollar AS untuk traffict-nya. Satu lagi, www.smartpagerank.com, maka perkiraan harga Yahoo.com 3.103.366.084 dollar AS.
Harga sebuah website akan meroket jika traffict juga meroket. Karena itu, bagi perusahaan yang berkecimpung di dalamnya, bisnis jualan website yang sudah ada traffict-nya jauh lebih menggiurkan dibandingkan dengan bisnis real estat.
Harga valuasi di atas hanya perkiraan dan valid bagi domain utama. Untuk kategori subdomain dan weblog (seperti anggota blogger.com), bisa jadi harga yang tertera tak berarti apa-apa karena tak akan ada yang mau membeli blog/subdomain. Jadi, jika ingin serius, tinggalkan blog gratisan dan bangun blog atau portal sendiri dari domain utama.
obligasi jangka panjang
Obligasi Alternatif Investasi Jangka Panjang
Keuntungan dalam berinvestasi sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah pengetahuan Anda sebagai individu dalam melihat peluang dan mempelajari seluk-beluk sarana invetasi itu sendiri. Dalam mencapai berbagai tujuan keuangan keluarga beragam produk investasi tersedia, tinggal Anda sebagai investor untuk memilih produk alternatif yang tersedia. Saham, reksadana, emas dan investasi di sektor properti adalah beberapa alternatif pilihan berinvestasi. Selain saham, pasar modal juga menawarkan alternatif investasi lain yaitu melalui surat utang jangka panjang atau obligasi (bond).
Secara singkat obligasi adalah surat utang jangka panjang dengan nilai nominal (nilai pari/ par value) dan waktu jatuh tempo tertentu yang diterbitkan oleh suatu lembaga. Penerbit obligasi bisa merupakan suatu perusahaan swasta maupun BUMN dan juga pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu jenis obligasi yang diperdagangkan di pasar modal kita saat ini adalah obligasi kupon (Coupon bond) dengan tingkat bunga tetap (fixed) selama masa berlaku obligasi.
Secara umum berinvestasi dalam obligasi mirip dengan berinvestasi di deposito pada bank. Bila Anda membeli obligasi, Anda akan memperoleh bunga/kupon yang tetap secara berkala biasanya setiap 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun sekali sampai waktu jatuh tempo. Ketika obligasi tersebut jatuh tempo, maka penerbit harus membayar sesuai dengan nilai pari dari obligasi tersebut beserta bunga/ kupon dari obligasi tersebut.
Satu hal yang perlu Anda ketahui sebagai investor individu adalah besarnya kebutuhan modal yang harus dikeluarkan untuk investasi dalam obligasi. Obligasi biasanya diperjual belikan dalam satuan Rp 1 miliar. Masa berlaku investasi obligasi sangat bergantung dengan badan yang menerbitkan. Yang paling umum adalah 5 tahun. Oleh karena itu sarana investasi dalam obligasi merupakan investasi jangka panjang. Sebagai pemegang obligasi, Anda dapat memperjual belikannya kepada pihak lain sebelum obligasi tersebut jatuh tempo sesuai dengan nilai atau harga pasar.
Transaksi Obligasi
Harga obligasi di pasar bisa saja lebih tinggi dari nilai parinya atau lebih rendah dari nilai parinya. Faktor perubahan harga obligasi di pasar sangat dipengaruhi oleh perubahan bunga deposito. Sebagai contoh dari sebuah transaksi obligasi serta bunga atau keuntungan yang dapat diperoleh dalam berinvestasi di obligasi. Misalkan Anda membeli sebuah obligasi dengan nilai pari Rp 1 miliar seharga Rp 900 juta (90 persen dari nilai pari).
Obligasi tersebut memberikan kupon tetap sebesar 16 persen/tahun dan dibayarkan setiap tahun. Obligasi tersebut jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Jadi Anda akan memperoleh dana sebesar Rp 160 juta (16 persen X Rp.1 miliar) selama 5 tahun. Diakhir tahun ke-5 Anda bukan hanya memperoleh bunga yang Rp 160 juta, tapi juga memperoleh nilai pari dari obligasi tersebut yaitu Rp 1 miliar.
Selain dari keuntungan bunga yang relatif lebih tinggi dari deposito, Anda juga dapat mendapatkan keuntungan capital gain dalam investasi obligasi. Dari contoh sebelumnya, bila ternyata diakhir tahun ke-1 setelah kupon ke-1 Anda terima, ternyata harga dari obligasi tersebut naik menjadi Rp 950 juta.
Untuk merealisir capital gain yang bisa Anda dapatkan Anda bisa menjual obligasi tersebut di harga Rp 950 juta. Sehingga dari selisih harga beli dan jual Anda mendapatkan keuntungan sebesar Rp 50 juta. Ditambah dengan bunga/kupon yang telah Anda terima sebelumnya sebesar Rp 160 juta maka total keuntungan Anda dalam satu tahun ini adalah sebesar Rp 210 juta atau sebesar 23,33 persen/tahun [(Rp 50 juta + Rp 160 juta)/Rp 900 juta)].
Jadi investasi pada obligasi bukan hanya memberikan keuntungan dari pembayaran bunga tetap tapi Anda juga berpeluang untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual atau capital gain.
Pengaruh Deposito
Secara umum nilai kupon atau bunga obligasi akan lebih tinggi dibandingkan dengan bunga deposito di pasar. Hal ini untuk menarik minat para investor untuk menempatkan dananya di obligasi. Tapi fluktuasi dari harga obligasi akan terjadi setelah masuk ke pasar di mana sangat bergantung dengan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar.
Aksi dari para investor untuk menjual, membeli atau menahan obligasi yang dimiliki sangat bergantung dengan bunga deposito yang berlaku di pasar. Jika kupon atau bunga obligasi yang ada lebih tinggi dari bunga deposito maka harganya relatif akan lebih tinggi dari nilai parinya.
Sebaliknya, bila bunga deposito lebih tinggi maka harga obligasi akan merosot. Logika dari fluktuasi perubahan harga obligasi adalah sebagai berikut, jika suku bunga deposito lebih tinggi maka para investor akan lebih memilih menempatkan dananya di deposito, sehingga mereka mengambil aksi jual dari obligasi yang dimiliki. Aksi jual ini akan mengakibatkan harga dari obligasi tersebut akan terkorekasi atau menurun.
Sebaliknya juga benar bila suku bunga deposito cenderung menurun, para investor akan membeli obligasi yang mengakibatkan tingginya permintaan dan meningkat-nya harga obligasi.
Selain dari suku bunga deposito, penurun harga dari sebuah obligasi bisa juga diakibatkan oleh risiko perusahaan yang mengeluarkan. Misalkan perusahaan penerbit obligasi mengalami kesulitan keuangan, sehingga tidak mampu membayar bunga atau kupon (default), harga dari obligasi tersebut bisa anjlok. Sehingga memilih obligasi yang tetap dan risiko yang terkandung sangatlah diperlukan agar tujuan keuangan yang ingin dicapai dapat tercapai melalui investasi ini.
Risiko Perlu Dipertimbangkan
Setiap invetor pasti ingin mendapatkan keseimbangan antara risiko dengan potensi keuntungan yang didapat. Ada beberpa risiko yang perlu Anda perhatikan bila ingin berinvestasi dalam obligasi.
Pertama, risiko tingkat suku bunga (interest rate risk). Dalam hal ini seperti telah dijelaskan di atas, jika tingkat suku bunga di pasar meningkat maka harga obligasi akan menurun, dan tentunya juga berlaku sebaliknya. Dalam beberapa bulan belakangan ini suku bunga deposito terus menurun yang secara teori akan meningkatkan harga obligasi. Pertimbangkan dengan masak risiko ini karena akan sangat berpengaruh terhadap potensi keuntungan yang bisa Anda dapatkan.
Risiko kedua adalah risiko gagal bayar (default risk). Dalam hal ini perusahaan penerbit bisa saja mengalami kesulitan keuangan dan mereka tidak menepati janjinya untuk membayar kupon atau bunga obligasi setiap tahun atau pokok dari investasi (nilai pari). Bila hal ini terjadi maka perusahaan penerbit gagal memenuhi janjinya dan Anda sebagai investor dirugikan. Dalam hal ini Anda dapat melihat peringkat dari obligasi dari perusahaan yang menerbitkan. Pemeringkatan ini dilakukan oleh sebuah perusahaan independen.
Di Indonesia perusahaan peringkat independen tersebut adalah PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia). Pemeringkatan ini dapat Anda lihat di harian bisnis yang beredar di Jakarta. Dalam hal ini PEFINDO memberikan simbol atau nilai pemeringkatan dari yang tertinggi sampai yang terendah sebagai berikut: idAAA (superior), idAA (very strong), idA (strong), idBBB (adequate), idBB (somewhat weak), idB (non-investment), idCCC (vulnerable), idD (default). Peringkat idAAA sampai dengan idBBB menyatakan bahwa sebuah obligasi dinyatakan aman dari default risk atau resiko gagal bayar atau obligasi dengan peringkat ini bisa dikatakan sebagai investment-grade bond.
Peringkat di bawah dari idBBB tidak disarankan dalam investasi ini dan dikategorikan sebagai speculative-grade bond. Peringkat dari idAA sampai idB sering dibubuhi tanda รข€“ (minus) atau + (plus). Hal ini memberikan indikasi akan naik atau turunya dari peringkat sebuah obligasi. Misalkan sebauh obligasi mendapat peringkat idA+, maka peringkat dari obligasi tersebut mungkin akan naik menjadi idAA atau bila peringkat dari sebuah obligasi adalah idAA-, kemungkinan peringkat obligasinya akan turun menjadi idA.
Pemeringkatan ini memberikan informasi kepada Anda sebagai investor mengenai kapasitas maupun kemampuan sebuah penerbit obligasi dalam memenuhi janjinya yaitu membayar bunga atau kupon secara berkala dan mengembalikan semua pokok atau nilai pari-nya begitu jatuh tempo.
Yang perlu Anda mengerti juga, bahwa bukan hanya risiko tingkat suku bunga yang dapat mengakibatkan fluktuasi harga obligasi tapi risiko gagal bayar juga mempegaruhinya. Bila ada informasi di mana sebuah perusahaan akan gagal bayar maka peringkat dari perusahaan tersebut akan turun dibarengai dengan anjloknya harga obligasi tersebut.
Ketiga, risiko pembelian kembali (call risk). Ada beberapa jenis obligai yang memiliki feature call, di mana perusahaan penerbit memiliki hak untuk membeli kembali (buy back) obligasi yang Anda pegang atau Anda miliki pada harga tertentu (call price), sebelum obligasi tersebut jatuh tempo. Hal ini biasa dilakukan oleh perusahaan penerbit saat tingkat suku bunga di pasar turun menjadi lebih rendah dari tingkat pembayaran kupon (coupon rate).
Selanjutnya perusahaan penerbit akan menggantikan obligasi baru dengan tingkat kupon yang lebih rendah dari obligasi yang telah ditarik (call).
Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian dalam pola arus kas yang akan Anda terima. Selain itu potensi untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual atau capital gain juga akan berkurang, karena harga obligasi di pasar tidak akan naik jauh dari call price yang telah ditetapkan. Jadi dalam hal ini Anda harus memperhatikan spesifikasi serta feature yang ada di obligasi yang akan Anda beli.
Ke-empat, risiko nilai tukar mata uang (exchange rate risk). Hal ini perlu dipertimbangkan sejalan dengan akan dikeluarkan atau dicacatnya obligasi dengan mata uang non-rupiah di psar modal Jakarta. Nilai kupon atau arus kas yang Anda terima akan sangat berpengaruh dengan perubahan nilai tukar rupiah. Misalkan obligasi yang Anda beli dalam satuan dolar AS, maka kupon yang Anda terima berupa dola AS. Bila semakin menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS maka nilai nominal rupiah yang akan Anda terima menjadi lebih sedikit demikian juga sebaliknya. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap beberapa mata uang asing yang belum stabil menjadikan risiko ini harus diperhatikan dengan baik, jangan sampai hal ini merugikan investasi Anda.
Masih ada beberapa risiko yang berkaitan dengan obligasi seperti risiko likuiditas. Dalam hal ini kesulitan untuk menjual kembali obligai pada harga pasar mungkin saja terjadi. Bila Anda tiba-tiba membutuhkan dana dalam jangka pendek maka tingkat likuiditas atau risiko likuiditas ini dapat menghambat Anda untuk memperoleh dana dalam waktu singkat.
Oleh karena itu kami sangat menyarankan agar Anda melihat ivestasi ini dalam jangka waktu yang lebih panjang atau gunakan dana idle yang tidak digunakan dalam waktu dekat. Satu risiko lain adalah risiko inflasi, di mana nilai arus kas yang Anda terima dari kupon regular setiap tahun dapat tergerogoti dengan tingginya angka inflasi. Hal ini mengakibatkan daya beli Anda menurun.
Berinvestasi dalam obligasi membutuhkan dana yang besar. Satu hal yang juga harus diingat bahwa obligasi merupakan investasi jangka panjang. Bila dikaitkan dengan kupon yang diterima secara regular maka bisa jadi tujuan keuangan Anda saat ini adalah menginvestasikan dana untuk menghasilkan pendapatan atau arus kas masuk secra regular, baik setiap 3 bulan, 6 bulan maupun tahunan.
Melihat dari pergerakan nilai tukar rupiah yang terus mantap di kisar Rp.8900 membuat suku bunga SBI beberapa bulan ini selalu menurun. Bunga SBI ini adalah cerminan dari suku bunga deposito. Dengan begitu harga obligasi akan terkerek naik.
Dengan begitu Anda dapat memanfaatkan kondisi ini untuk mendapatkan capital gain. Tapi harus diingat, jangan Anda melupakan untuk memperhitungkan potensi keuntungan dan risiko yang terkandung dalam obligasi tersebut. Selamat berinvestasi dalam obligasi.
Keuntungan dalam berinvestasi sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah pengetahuan Anda sebagai individu dalam melihat peluang dan mempelajari seluk-beluk sarana invetasi itu sendiri. Dalam mencapai berbagai tujuan keuangan keluarga beragam produk investasi tersedia, tinggal Anda sebagai investor untuk memilih produk alternatif yang tersedia. Saham, reksadana, emas dan investasi di sektor properti adalah beberapa alternatif pilihan berinvestasi. Selain saham, pasar modal juga menawarkan alternatif investasi lain yaitu melalui surat utang jangka panjang atau obligasi (bond).
Secara singkat obligasi adalah surat utang jangka panjang dengan nilai nominal (nilai pari/ par value) dan waktu jatuh tempo tertentu yang diterbitkan oleh suatu lembaga. Penerbit obligasi bisa merupakan suatu perusahaan swasta maupun BUMN dan juga pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu jenis obligasi yang diperdagangkan di pasar modal kita saat ini adalah obligasi kupon (Coupon bond) dengan tingkat bunga tetap (fixed) selama masa berlaku obligasi.
Secara umum berinvestasi dalam obligasi mirip dengan berinvestasi di deposito pada bank. Bila Anda membeli obligasi, Anda akan memperoleh bunga/kupon yang tetap secara berkala biasanya setiap 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun sekali sampai waktu jatuh tempo. Ketika obligasi tersebut jatuh tempo, maka penerbit harus membayar sesuai dengan nilai pari dari obligasi tersebut beserta bunga/ kupon dari obligasi tersebut.
Satu hal yang perlu Anda ketahui sebagai investor individu adalah besarnya kebutuhan modal yang harus dikeluarkan untuk investasi dalam obligasi. Obligasi biasanya diperjual belikan dalam satuan Rp 1 miliar. Masa berlaku investasi obligasi sangat bergantung dengan badan yang menerbitkan. Yang paling umum adalah 5 tahun. Oleh karena itu sarana investasi dalam obligasi merupakan investasi jangka panjang. Sebagai pemegang obligasi, Anda dapat memperjual belikannya kepada pihak lain sebelum obligasi tersebut jatuh tempo sesuai dengan nilai atau harga pasar.
Transaksi Obligasi
Harga obligasi di pasar bisa saja lebih tinggi dari nilai parinya atau lebih rendah dari nilai parinya. Faktor perubahan harga obligasi di pasar sangat dipengaruhi oleh perubahan bunga deposito. Sebagai contoh dari sebuah transaksi obligasi serta bunga atau keuntungan yang dapat diperoleh dalam berinvestasi di obligasi. Misalkan Anda membeli sebuah obligasi dengan nilai pari Rp 1 miliar seharga Rp 900 juta (90 persen dari nilai pari).
Obligasi tersebut memberikan kupon tetap sebesar 16 persen/tahun dan dibayarkan setiap tahun. Obligasi tersebut jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Jadi Anda akan memperoleh dana sebesar Rp 160 juta (16 persen X Rp.1 miliar) selama 5 tahun. Diakhir tahun ke-5 Anda bukan hanya memperoleh bunga yang Rp 160 juta, tapi juga memperoleh nilai pari dari obligasi tersebut yaitu Rp 1 miliar.
Selain dari keuntungan bunga yang relatif lebih tinggi dari deposito, Anda juga dapat mendapatkan keuntungan capital gain dalam investasi obligasi. Dari contoh sebelumnya, bila ternyata diakhir tahun ke-1 setelah kupon ke-1 Anda terima, ternyata harga dari obligasi tersebut naik menjadi Rp 950 juta.
Untuk merealisir capital gain yang bisa Anda dapatkan Anda bisa menjual obligasi tersebut di harga Rp 950 juta. Sehingga dari selisih harga beli dan jual Anda mendapatkan keuntungan sebesar Rp 50 juta. Ditambah dengan bunga/kupon yang telah Anda terima sebelumnya sebesar Rp 160 juta maka total keuntungan Anda dalam satu tahun ini adalah sebesar Rp 210 juta atau sebesar 23,33 persen/tahun [(Rp 50 juta + Rp 160 juta)/Rp 900 juta)].
Jadi investasi pada obligasi bukan hanya memberikan keuntungan dari pembayaran bunga tetap tapi Anda juga berpeluang untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual atau capital gain.
Pengaruh Deposito
Secara umum nilai kupon atau bunga obligasi akan lebih tinggi dibandingkan dengan bunga deposito di pasar. Hal ini untuk menarik minat para investor untuk menempatkan dananya di obligasi. Tapi fluktuasi dari harga obligasi akan terjadi setelah masuk ke pasar di mana sangat bergantung dengan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar.
Aksi dari para investor untuk menjual, membeli atau menahan obligasi yang dimiliki sangat bergantung dengan bunga deposito yang berlaku di pasar. Jika kupon atau bunga obligasi yang ada lebih tinggi dari bunga deposito maka harganya relatif akan lebih tinggi dari nilai parinya.
Sebaliknya, bila bunga deposito lebih tinggi maka harga obligasi akan merosot. Logika dari fluktuasi perubahan harga obligasi adalah sebagai berikut, jika suku bunga deposito lebih tinggi maka para investor akan lebih memilih menempatkan dananya di deposito, sehingga mereka mengambil aksi jual dari obligasi yang dimiliki. Aksi jual ini akan mengakibatkan harga dari obligasi tersebut akan terkorekasi atau menurun.
Sebaliknya juga benar bila suku bunga deposito cenderung menurun, para investor akan membeli obligasi yang mengakibatkan tingginya permintaan dan meningkat-nya harga obligasi.
Selain dari suku bunga deposito, penurun harga dari sebuah obligasi bisa juga diakibatkan oleh risiko perusahaan yang mengeluarkan. Misalkan perusahaan penerbit obligasi mengalami kesulitan keuangan, sehingga tidak mampu membayar bunga atau kupon (default), harga dari obligasi tersebut bisa anjlok. Sehingga memilih obligasi yang tetap dan risiko yang terkandung sangatlah diperlukan agar tujuan keuangan yang ingin dicapai dapat tercapai melalui investasi ini.
Risiko Perlu Dipertimbangkan
Setiap invetor pasti ingin mendapatkan keseimbangan antara risiko dengan potensi keuntungan yang didapat. Ada beberpa risiko yang perlu Anda perhatikan bila ingin berinvestasi dalam obligasi.
Pertama, risiko tingkat suku bunga (interest rate risk). Dalam hal ini seperti telah dijelaskan di atas, jika tingkat suku bunga di pasar meningkat maka harga obligasi akan menurun, dan tentunya juga berlaku sebaliknya. Dalam beberapa bulan belakangan ini suku bunga deposito terus menurun yang secara teori akan meningkatkan harga obligasi. Pertimbangkan dengan masak risiko ini karena akan sangat berpengaruh terhadap potensi keuntungan yang bisa Anda dapatkan.
Risiko kedua adalah risiko gagal bayar (default risk). Dalam hal ini perusahaan penerbit bisa saja mengalami kesulitan keuangan dan mereka tidak menepati janjinya untuk membayar kupon atau bunga obligasi setiap tahun atau pokok dari investasi (nilai pari). Bila hal ini terjadi maka perusahaan penerbit gagal memenuhi janjinya dan Anda sebagai investor dirugikan. Dalam hal ini Anda dapat melihat peringkat dari obligasi dari perusahaan yang menerbitkan. Pemeringkatan ini dilakukan oleh sebuah perusahaan independen.
Di Indonesia perusahaan peringkat independen tersebut adalah PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia). Pemeringkatan ini dapat Anda lihat di harian bisnis yang beredar di Jakarta. Dalam hal ini PEFINDO memberikan simbol atau nilai pemeringkatan dari yang tertinggi sampai yang terendah sebagai berikut: idAAA (superior), idAA (very strong), idA (strong), idBBB (adequate), idBB (somewhat weak), idB (non-investment), idCCC (vulnerable), idD (default). Peringkat idAAA sampai dengan idBBB menyatakan bahwa sebuah obligasi dinyatakan aman dari default risk atau resiko gagal bayar atau obligasi dengan peringkat ini bisa dikatakan sebagai investment-grade bond.
Peringkat di bawah dari idBBB tidak disarankan dalam investasi ini dan dikategorikan sebagai speculative-grade bond. Peringkat dari idAA sampai idB sering dibubuhi tanda รข€“ (minus) atau + (plus). Hal ini memberikan indikasi akan naik atau turunya dari peringkat sebuah obligasi. Misalkan sebauh obligasi mendapat peringkat idA+, maka peringkat dari obligasi tersebut mungkin akan naik menjadi idAA atau bila peringkat dari sebuah obligasi adalah idAA-, kemungkinan peringkat obligasinya akan turun menjadi idA.
Pemeringkatan ini memberikan informasi kepada Anda sebagai investor mengenai kapasitas maupun kemampuan sebuah penerbit obligasi dalam memenuhi janjinya yaitu membayar bunga atau kupon secara berkala dan mengembalikan semua pokok atau nilai pari-nya begitu jatuh tempo.
Yang perlu Anda mengerti juga, bahwa bukan hanya risiko tingkat suku bunga yang dapat mengakibatkan fluktuasi harga obligasi tapi risiko gagal bayar juga mempegaruhinya. Bila ada informasi di mana sebuah perusahaan akan gagal bayar maka peringkat dari perusahaan tersebut akan turun dibarengai dengan anjloknya harga obligasi tersebut.
Ketiga, risiko pembelian kembali (call risk). Ada beberapa jenis obligai yang memiliki feature call, di mana perusahaan penerbit memiliki hak untuk membeli kembali (buy back) obligasi yang Anda pegang atau Anda miliki pada harga tertentu (call price), sebelum obligasi tersebut jatuh tempo. Hal ini biasa dilakukan oleh perusahaan penerbit saat tingkat suku bunga di pasar turun menjadi lebih rendah dari tingkat pembayaran kupon (coupon rate).
Selanjutnya perusahaan penerbit akan menggantikan obligasi baru dengan tingkat kupon yang lebih rendah dari obligasi yang telah ditarik (call).
Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian dalam pola arus kas yang akan Anda terima. Selain itu potensi untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual atau capital gain juga akan berkurang, karena harga obligasi di pasar tidak akan naik jauh dari call price yang telah ditetapkan. Jadi dalam hal ini Anda harus memperhatikan spesifikasi serta feature yang ada di obligasi yang akan Anda beli.
Ke-empat, risiko nilai tukar mata uang (exchange rate risk). Hal ini perlu dipertimbangkan sejalan dengan akan dikeluarkan atau dicacatnya obligasi dengan mata uang non-rupiah di psar modal Jakarta. Nilai kupon atau arus kas yang Anda terima akan sangat berpengaruh dengan perubahan nilai tukar rupiah. Misalkan obligasi yang Anda beli dalam satuan dolar AS, maka kupon yang Anda terima berupa dola AS. Bila semakin menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS maka nilai nominal rupiah yang akan Anda terima menjadi lebih sedikit demikian juga sebaliknya. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap beberapa mata uang asing yang belum stabil menjadikan risiko ini harus diperhatikan dengan baik, jangan sampai hal ini merugikan investasi Anda.
Masih ada beberapa risiko yang berkaitan dengan obligasi seperti risiko likuiditas. Dalam hal ini kesulitan untuk menjual kembali obligai pada harga pasar mungkin saja terjadi. Bila Anda tiba-tiba membutuhkan dana dalam jangka pendek maka tingkat likuiditas atau risiko likuiditas ini dapat menghambat Anda untuk memperoleh dana dalam waktu singkat.
Oleh karena itu kami sangat menyarankan agar Anda melihat ivestasi ini dalam jangka waktu yang lebih panjang atau gunakan dana idle yang tidak digunakan dalam waktu dekat. Satu risiko lain adalah risiko inflasi, di mana nilai arus kas yang Anda terima dari kupon regular setiap tahun dapat tergerogoti dengan tingginya angka inflasi. Hal ini mengakibatkan daya beli Anda menurun.
Berinvestasi dalam obligasi membutuhkan dana yang besar. Satu hal yang juga harus diingat bahwa obligasi merupakan investasi jangka panjang. Bila dikaitkan dengan kupon yang diterima secara regular maka bisa jadi tujuan keuangan Anda saat ini adalah menginvestasikan dana untuk menghasilkan pendapatan atau arus kas masuk secra regular, baik setiap 3 bulan, 6 bulan maupun tahunan.
Melihat dari pergerakan nilai tukar rupiah yang terus mantap di kisar Rp.8900 membuat suku bunga SBI beberapa bulan ini selalu menurun. Bunga SBI ini adalah cerminan dari suku bunga deposito. Dengan begitu harga obligasi akan terkerek naik.
Dengan begitu Anda dapat memanfaatkan kondisi ini untuk mendapatkan capital gain. Tapi harus diingat, jangan Anda melupakan untuk memperhitungkan potensi keuntungan dan risiko yang terkandung dalam obligasi tersebut. Selamat berinvestasi dalam obligasi.
Wednesday, July 21, 2010
ast yang bermanfaat
Aset yang Bermanfaat
Pernahkah Anda coba menghitung berapa jumlah aset di rumah Anda? Tapi sebelum menghitung, Anda harus tahu apa saja yang bisa menjadi “aset” itu. “Aset” bisa diartikan sebagai harta yang Anda miliki saat ini. Harta apa saja. Bisa berupa benda di rumah, uang tunai, tabungan atau investasi yang Anda punya. Jadi sekali lagi, aset adalah harta yang Anda punya pada saat ini, apapun itu.
Nah, setelah hidup selama bertahun-tahun, coba hitung, apa saja aset yang sudah Anda kumpulkan sampai saat ini? Wah, pasti banyak ya? HP, uang tunai di rumah sebanyak beberapa juta rupiah, tabungan, deposito di bank swasta, perabotan rumah, bahkan mungkin motor dan rumah sendiri. Wow, lumayan ya? Setelah bertahun-tahun bekerja, ternyata banyak juga aset yang bisa Anda kumpulkan.
Tapi masalahnya, nah ini dia, seberapa banyak dari aset tersebut yang memberikan penghasilan kepada Anda? Maksudnya, seberapa banyak dari aset yang Anda punya tersebut yang memasukkan uang buat Anda dan keluarga Anda?
Coba kita lihat: HP Anda pakai sendiri. Motor dan mobil Anda pakai sendiri. Perabotan di rumah? Itu juga dipakai sendiri. Komputer di rumah? Dipakai sama anak-anak. Teve dan radio tape juga dipakai sendiri. Busana dan sepatu? Dipakai sendiri. Astaga….jadi tidak ada satupun dari aset tersebut yang memberikan penghasilan buat Anda? Semuanya dipakai sendiri?
Ada, sih, Pak, kata Anda: uang tunai. Uang tunai, enggak ngasih penghasilan buat Anda. Uang tunai Anda paling-paling ditaruh di lemari dan selalu diambil kalau Anda lagi mau beli baju atau sepatu baru. Ya kan?
Kalau mau jujur, satu-satunya aset yang Anda punya yang memberikan penghasilan buat Anda mungkin cuma deposito Anda. Iya. Deposito, kan, memberi bunga buat Anda. Cuma mungkin bunganya lagi enggak seberapa sekarang.
Nah, ini dia bapak ibu, banyak diantara Anda yang mungkin sudah merasa ‘kaya’ dengan keadaan Anda sekarang. Setiap mendapatkan uang, Anda mungkin langsung membelikannya barang-barang yang Anda suka. HP baru, baju baru, teve baru, alat fitness baru, sepatu baru, bahkan motor baru atau kendaraan baru. Bahkan setiap teman Anda cerita kalau dia baru beli ini atau beli itu, Anda sering ikut-ikutan beli. Lebih parah lagi kalau Anda datang ke mal, Anda pasti berpikir: “Barang apa yang bisa saya beli sekarang?”. Rasanya kalau sudah punya uang, apalagi kalau penghasilan suami Anda besar karena jabatannya cukup tinggi, rasanya Anda sudah kaya sekali. Ya, kan?
Padahal Bapak Ibu, jangan salah, kekayaan seseorang - secara materi - tidak diukur dari seberapa banyak penghasilan yang Anda dapatkan sekarang. Mau jabatan suami Anda direktur ini atau direktur itu sehingga penghasilannya besar, wah bukan dari situ mengukurnya. Bahkan, yang namanya kekayaan, tidak juga diukur dari seberapa banyak harta yang bisa Anda beli dari penghasilan tersebut. Anda bisa beli mobil, motor, rumah sendiri, perabotan mahal di rumah, HP paling canggih, busana atau sepatu baru, bukan itu ukuran Anda kaya atau tidak.
Lo, terus apa dong yang membuat Anda kaya? Yang membuat Anda kaya adalah seberapa banyak dari aset yang Anda punya sekarang yang bisa memberikan penghasilan buat Anda. Itulah yang membuat Anda kaya. Bukan besarnya penghasilan Anda atau suami Anda, bukan juga banyaknya benda-benda di rumah Anda. Besarnya penghasilan yang didapat Anda atau suami Anda percuma saja kalau toh penghasilan itu habis semua dibelanjakan.
Banyaknya benda di rumah Anda juga percuma saja kalau benda-benda itu tidak memberikan penghasilan secara langsung kepada Anda. Tapi yang paling menentukan adalah seberapa banyak dari aset Anda yang bisa memberikan penghasilan buat Anda. Entah penghasilan rutin secara bulanan atau penghasilan yang baru bisa didapat nanti kalau aset itu dijual lagi.
Pantas saja setelah kerja bertahun-tahun, beberapa di antara Anda malah bisa punya penghasilan yang cukup lumayan dan bisa punya benda-benda bagus di rumah, tapi kok, kayaknya keadaan Anda cuma di situ-situ saja dan tidak kemana-mana. Semua itu karena tidak ada satu pun penghasilan Anda digunakan untuk diwujudkan jadi aset yang berguna. Lalu, aset apa saja yang bisa memberikan penghasilan untuk Anda? Saya kasih beberapa contohnya ya:
1. Rumah yang disewakan.
2. Motor yang disewakan untuk diojekkan (ada setoran yang Anda bakal dapat dari si tukang ojek),
3. Mobil angkot yang disewakan ke supir angkot (Anda juga dapat setorannya),
4. Deposito (memberikan bunga)
5. Bisnis (setiap bulan, 3 atau 6 bulan sekali Anda pasti mengambil sebagian dari keuntungan bisnis tersebut).
Nah, itulah contoh-contoh dari aset yang bisa memberikan penghasilan buat Anda, dalam hal ini penghasilan yang rutin.
Sedangkan selain aset yang bisa memberikan penghasilan rutin, ada juga aset lain yang bisa memberikan penghasilan yang lebih besar, hanya saja dia tidak rutin dan hanya bisa didapat kalau aset tersebut Anda pegang dulu untuk beberapa lama untuk lalu dijual lagi. Walaupun aset itu juga punya risiko turun nilainya kalau Anda jual lagi. Contohnya seperti:
1. Emas koin,
2. Reksadana,
3. Rumah, dan seterusnya.
Nah, bagaimana bapak ibu? Sudah cukup jelas, ya. Jadi, sekarang bagaimana kalau Anda mulai memfokuskan hidup Anda untuk mengumpulkan aset yang bisa memberikan penghasilan buat Anda? Jangan hanya mengumpulkan benda-benda yang akhirnya toh cuma bisa dipakai dan dipakai tanpa bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan penghasilan. Makin banyak aset produktif yang bisa Anda kumpulkan akan makin baik karena kalau nanti Anda atau suami Anda terpaksa harus berhenti bekerja, Anda sekeluarga bisa tetap punya penghasilan. Bukankah begitu seharusnya?
Pernahkah Anda coba menghitung berapa jumlah aset di rumah Anda? Tapi sebelum menghitung, Anda harus tahu apa saja yang bisa menjadi “aset” itu. “Aset” bisa diartikan sebagai harta yang Anda miliki saat ini. Harta apa saja. Bisa berupa benda di rumah, uang tunai, tabungan atau investasi yang Anda punya. Jadi sekali lagi, aset adalah harta yang Anda punya pada saat ini, apapun itu.
Nah, setelah hidup selama bertahun-tahun, coba hitung, apa saja aset yang sudah Anda kumpulkan sampai saat ini? Wah, pasti banyak ya? HP, uang tunai di rumah sebanyak beberapa juta rupiah, tabungan, deposito di bank swasta, perabotan rumah, bahkan mungkin motor dan rumah sendiri. Wow, lumayan ya? Setelah bertahun-tahun bekerja, ternyata banyak juga aset yang bisa Anda kumpulkan.
Tapi masalahnya, nah ini dia, seberapa banyak dari aset tersebut yang memberikan penghasilan kepada Anda? Maksudnya, seberapa banyak dari aset yang Anda punya tersebut yang memasukkan uang buat Anda dan keluarga Anda?
Coba kita lihat: HP Anda pakai sendiri. Motor dan mobil Anda pakai sendiri. Perabotan di rumah? Itu juga dipakai sendiri. Komputer di rumah? Dipakai sama anak-anak. Teve dan radio tape juga dipakai sendiri. Busana dan sepatu? Dipakai sendiri. Astaga….jadi tidak ada satupun dari aset tersebut yang memberikan penghasilan buat Anda? Semuanya dipakai sendiri?
Ada, sih, Pak, kata Anda: uang tunai. Uang tunai, enggak ngasih penghasilan buat Anda. Uang tunai Anda paling-paling ditaruh di lemari dan selalu diambil kalau Anda lagi mau beli baju atau sepatu baru. Ya kan?
Kalau mau jujur, satu-satunya aset yang Anda punya yang memberikan penghasilan buat Anda mungkin cuma deposito Anda. Iya. Deposito, kan, memberi bunga buat Anda. Cuma mungkin bunganya lagi enggak seberapa sekarang.
Nah, ini dia bapak ibu, banyak diantara Anda yang mungkin sudah merasa ‘kaya’ dengan keadaan Anda sekarang. Setiap mendapatkan uang, Anda mungkin langsung membelikannya barang-barang yang Anda suka. HP baru, baju baru, teve baru, alat fitness baru, sepatu baru, bahkan motor baru atau kendaraan baru. Bahkan setiap teman Anda cerita kalau dia baru beli ini atau beli itu, Anda sering ikut-ikutan beli. Lebih parah lagi kalau Anda datang ke mal, Anda pasti berpikir: “Barang apa yang bisa saya beli sekarang?”. Rasanya kalau sudah punya uang, apalagi kalau penghasilan suami Anda besar karena jabatannya cukup tinggi, rasanya Anda sudah kaya sekali. Ya, kan?
Padahal Bapak Ibu, jangan salah, kekayaan seseorang - secara materi - tidak diukur dari seberapa banyak penghasilan yang Anda dapatkan sekarang. Mau jabatan suami Anda direktur ini atau direktur itu sehingga penghasilannya besar, wah bukan dari situ mengukurnya. Bahkan, yang namanya kekayaan, tidak juga diukur dari seberapa banyak harta yang bisa Anda beli dari penghasilan tersebut. Anda bisa beli mobil, motor, rumah sendiri, perabotan mahal di rumah, HP paling canggih, busana atau sepatu baru, bukan itu ukuran Anda kaya atau tidak.
Lo, terus apa dong yang membuat Anda kaya? Yang membuat Anda kaya adalah seberapa banyak dari aset yang Anda punya sekarang yang bisa memberikan penghasilan buat Anda. Itulah yang membuat Anda kaya. Bukan besarnya penghasilan Anda atau suami Anda, bukan juga banyaknya benda-benda di rumah Anda. Besarnya penghasilan yang didapat Anda atau suami Anda percuma saja kalau toh penghasilan itu habis semua dibelanjakan.
Banyaknya benda di rumah Anda juga percuma saja kalau benda-benda itu tidak memberikan penghasilan secara langsung kepada Anda. Tapi yang paling menentukan adalah seberapa banyak dari aset Anda yang bisa memberikan penghasilan buat Anda. Entah penghasilan rutin secara bulanan atau penghasilan yang baru bisa didapat nanti kalau aset itu dijual lagi.
Pantas saja setelah kerja bertahun-tahun, beberapa di antara Anda malah bisa punya penghasilan yang cukup lumayan dan bisa punya benda-benda bagus di rumah, tapi kok, kayaknya keadaan Anda cuma di situ-situ saja dan tidak kemana-mana. Semua itu karena tidak ada satu pun penghasilan Anda digunakan untuk diwujudkan jadi aset yang berguna. Lalu, aset apa saja yang bisa memberikan penghasilan untuk Anda? Saya kasih beberapa contohnya ya:
1. Rumah yang disewakan.
2. Motor yang disewakan untuk diojekkan (ada setoran yang Anda bakal dapat dari si tukang ojek),
3. Mobil angkot yang disewakan ke supir angkot (Anda juga dapat setorannya),
4. Deposito (memberikan bunga)
5. Bisnis (setiap bulan, 3 atau 6 bulan sekali Anda pasti mengambil sebagian dari keuntungan bisnis tersebut).
Nah, itulah contoh-contoh dari aset yang bisa memberikan penghasilan buat Anda, dalam hal ini penghasilan yang rutin.
Sedangkan selain aset yang bisa memberikan penghasilan rutin, ada juga aset lain yang bisa memberikan penghasilan yang lebih besar, hanya saja dia tidak rutin dan hanya bisa didapat kalau aset tersebut Anda pegang dulu untuk beberapa lama untuk lalu dijual lagi. Walaupun aset itu juga punya risiko turun nilainya kalau Anda jual lagi. Contohnya seperti:
1. Emas koin,
2. Reksadana,
3. Rumah, dan seterusnya.
Nah, bagaimana bapak ibu? Sudah cukup jelas, ya. Jadi, sekarang bagaimana kalau Anda mulai memfokuskan hidup Anda untuk mengumpulkan aset yang bisa memberikan penghasilan buat Anda? Jangan hanya mengumpulkan benda-benda yang akhirnya toh cuma bisa dipakai dan dipakai tanpa bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan penghasilan. Makin banyak aset produktif yang bisa Anda kumpulkan akan makin baik karena kalau nanti Anda atau suami Anda terpaksa harus berhenti bekerja, Anda sekeluarga bisa tetap punya penghasilan. Bukankah begitu seharusnya?
indeks harga saham
A. INDEKS HARGA SAHAM
Indeks harga saham adalah indikator atau cerminan pergerakan harga saham. Indeks merupakan salah satu pedoman bagi investor untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham.
Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham, yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik.
Indeks-indeks tersebut adalah:
1.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen perhitungan Indeks. Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar yang wajar, Bursa Efek Indonesia berwenang mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa Perusahaan Tercatat dari perhitungan IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain, jika jumlah saham Perusahaan Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free float) relatif kecil sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga perubahan harga saham Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi kewajaran pergerakan IHSG.
IHSG adalah milik Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia tidak bertanggung jawab atas produk yang diterbitkan oleh pengguna yang mempergunakan IHSG sebagai acuan (benchmark). Bursa Efek Indonesia juga tidak bertanggung jawab dalam bentuk apapun atas keputusan investasi yang dilakukan oleh siapapun Pihak yang menggunakan IHSG sebagai acuan (benchmark).
2. Indeks Sektoral
Menggunakan semua Perusahaan Tercatat yang termasuk dalam masing-masing sektor. Sekarang ini ada 10 sektor yang ada di BEI yaitu sektor Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Barang Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan, Perdangangan dan Jasa, dan Manufatur.
3. Indeks LQ45
Indeks yang terdiri dari 45 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.
4. Jakarta Islmic Index (JII)
Indeks yang menggunakan 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang masuk dalam kriteria syariah (Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK) dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar dan likuiditas.
5. Indeks Kompas100
Indeks yang terdiri dari 100 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.
6. Indeks BISNIS-27
Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan harian Bisnis Indonesia meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks BISNIS-27. Indeks yang terdiri dari 27 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental, teknikal atau likuiditas transaksi dan Akuntabilitas dan tata kelola perusahaan.
7. Indeks PEFINDO25
Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks PEFINDO25. Indeks ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan informasi bagi pemodal khususnya untuk saham-saham emiten kecil dan menengah (Small Medium Enterprises / SME). Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria seperti: Total Aset, tingkat pengembalian modal (Return on Equity / ROE) dan opini akuntan publik. Selain kriteria tersebut di atas, diperhatikan juga faktor likuiditas dan jumlah saham yang dimiliki publik.
8. Indeks SRI-KEHATI
Indeks ini dibentuk atas kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). SRI adalah kependekan dari Sustainable Responsible Investment. Indeks ini diharapkan memberi tambahan informasi kepada investor yang ingin berinvestasi pada emiten-emiten yang memiliki kinerja sangat baik dalam mendorong usaha berkelanjutan, serta memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik.
Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteri-kriteria seperti: Total Aset, Price Earning Ratio (PER) dan Free Float.
9. Indeks Papan Utama
Menggunakan saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Utama.
10. Indeks Papan Pengembangan
Mengguanakn saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Pengembangan.
11. Indeks Individual
Indeks harga saham masing-masing Perusahaan Tercatat.
Download Buku Panduan Indeks Harga Saham BEI
B. INDONESIA GOVERNMENT BOND INDEX (IGBX)
Indeks Obligasi Negara pertama kali diluncurkan pada tanggal 01 Juli 2004 dengan nama Indonesia Government Bond Index disingkat IGBX, sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat pasar modal dalam memperoleh data sehubungan dengan informasi perdagangan obligasi negara.
Indeks Obligasi memberikan nilai lebih, antara lain:
*
Sebagai barometer dalam melihat perubahan yang terjadi di pasar obligasi.
*
Sebagai alat analisa teknikal untuk pasar obligasi pemerintah
*
Benchmark dalam mengukur kinerja portofolio obligasi
*
Analisa pengembangan instrumen Surat Berharga Negara (SBN).
Indeks obligasi Negara diterbitkan secara harian dengan menggunakan tahun dasar Juni 2004 yang ditetapkan 100 sebagai nilai dasar Index. dengan melakukan pengelompokan obligasi sebagai berikut :
1.
Obligasi Negara dengan mata uang rupiah dan memiliki kupon berbunga tetap
2.
Sisa jangka waktu jatuh tempo sekurang-kurangnya 1 tahun
Metodologi yang dipakai dalam IGBX
Indeks Obligasi Negara adalah nilai rata-rata tertimbang (weigthed average) terhadap nilai obligasi yang masih tercatat dan dapat diperdagangkan. Perhitungan IGBX menggunakan metode perhitungan Bond Index yang lazim digunakan dengan berdasarkan perubahan harga pasar yang terjadi di pasar secara harian (dalam hal ini adalah data harga transaksi Obligasi Negara yang dilaporkan melalui PT Bursa Efek Indonesia selaku Penerima Laporan Transaksi Efek).
IGBX dikelompokkan dalam beberapa sub-grup, di mana masing-masing sub grup terdiri atas beberapa Obligasi Negara yang memiliki struktur jatuh termpo lebih dari 1 tahun. Pengelompokan dilakukan berdasarkan uji statistik berdasarkan pada tingkat kemiripan setiap Time To Maturity (TTM).
Pembagian struktur jatuh tempo SUN adalah sebagai berikut:
*
Sub-grup 1 : 1 Tahun ≤ Time to maturity < 5 Tahun
*
Sub-grup 2 : 5 Tahun ≤ Time to maturity < 7 Tahun
*
Sub-grup 3 : 7 Tahun ≤ Time to maturity
Informasi IGBX
Clean Price Index (CPI)
Merupakan hasil perhitungan perkembangan harga pasar atas suatu kelompok Obligasi Negara, berdasarkan jatuh temponya. Harga pasar yang digunakan adalah harga Obligasi Negara yang terjadi dan dilaporkan melalui PT Bursa Efek Indonesia selaku Penerima Laporan Transaksi Efek yang disesuaikan terlebih dahulu menjadi clean price. CPI memberikan gambaran perkembangan harga pada saat tertentu (t), dibandingkan dengan pada saat penyusunan Indeks Obligasi Negara (base date).
Yield
Yang dimaksudkan adalah yield to maturity dari masing-masing obligasi. Yield Index, atau disebut juga Bondway (Bond Weigthed Average Yield), merupakan angka yang diperoleh dari weighted average yield terhadap nilai nominal dari obligasi tercatat dan dapat diperdagangkan. Angka index ini, dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur keberhasilan perolehan yield suatu portofolio.
Total Return Index (TRI).
Hampir semua bursa menggunakan Total Return Index (TRI) sebagai informasi yang wajib disampaikan. TRI dihitung berdasarkan kenaikan index harga dari previous price-nya. Harga yang digunakan untuk perhitungan TRI adalah gross price (clean price ditambah accrued interest). Untuk perhitungan seluruh index tersebut, tanggal dasar penyusunan index yang digunakan adalah 18 Juni 2004.
Indeks harga saham adalah indikator atau cerminan pergerakan harga saham. Indeks merupakan salah satu pedoman bagi investor untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham.
Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham, yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik.
Indeks-indeks tersebut adalah:
1.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen perhitungan Indeks. Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar yang wajar, Bursa Efek Indonesia berwenang mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa Perusahaan Tercatat dari perhitungan IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain, jika jumlah saham Perusahaan Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free float) relatif kecil sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga perubahan harga saham Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi kewajaran pergerakan IHSG.
IHSG adalah milik Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia tidak bertanggung jawab atas produk yang diterbitkan oleh pengguna yang mempergunakan IHSG sebagai acuan (benchmark). Bursa Efek Indonesia juga tidak bertanggung jawab dalam bentuk apapun atas keputusan investasi yang dilakukan oleh siapapun Pihak yang menggunakan IHSG sebagai acuan (benchmark).
2. Indeks Sektoral
Menggunakan semua Perusahaan Tercatat yang termasuk dalam masing-masing sektor. Sekarang ini ada 10 sektor yang ada di BEI yaitu sektor Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Barang Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan, Perdangangan dan Jasa, dan Manufatur.
3. Indeks LQ45
Indeks yang terdiri dari 45 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.
4. Jakarta Islmic Index (JII)
Indeks yang menggunakan 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang masuk dalam kriteria syariah (Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK) dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar dan likuiditas.
5. Indeks Kompas100
Indeks yang terdiri dari 100 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.
6. Indeks BISNIS-27
Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan harian Bisnis Indonesia meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks BISNIS-27. Indeks yang terdiri dari 27 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental, teknikal atau likuiditas transaksi dan Akuntabilitas dan tata kelola perusahaan.
7. Indeks PEFINDO25
Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks PEFINDO25. Indeks ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan informasi bagi pemodal khususnya untuk saham-saham emiten kecil dan menengah (Small Medium Enterprises / SME). Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria seperti: Total Aset, tingkat pengembalian modal (Return on Equity / ROE) dan opini akuntan publik. Selain kriteria tersebut di atas, diperhatikan juga faktor likuiditas dan jumlah saham yang dimiliki publik.
8. Indeks SRI-KEHATI
Indeks ini dibentuk atas kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). SRI adalah kependekan dari Sustainable Responsible Investment. Indeks ini diharapkan memberi tambahan informasi kepada investor yang ingin berinvestasi pada emiten-emiten yang memiliki kinerja sangat baik dalam mendorong usaha berkelanjutan, serta memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik.
Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteri-kriteria seperti: Total Aset, Price Earning Ratio (PER) dan Free Float.
9. Indeks Papan Utama
Menggunakan saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Utama.
10. Indeks Papan Pengembangan
Mengguanakn saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Pengembangan.
11. Indeks Individual
Indeks harga saham masing-masing Perusahaan Tercatat.
Download Buku Panduan Indeks Harga Saham BEI
B. INDONESIA GOVERNMENT BOND INDEX (IGBX)
Indeks Obligasi Negara pertama kali diluncurkan pada tanggal 01 Juli 2004 dengan nama Indonesia Government Bond Index disingkat IGBX, sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat pasar modal dalam memperoleh data sehubungan dengan informasi perdagangan obligasi negara.
Indeks Obligasi memberikan nilai lebih, antara lain:
*
Sebagai barometer dalam melihat perubahan yang terjadi di pasar obligasi.
*
Sebagai alat analisa teknikal untuk pasar obligasi pemerintah
*
Benchmark dalam mengukur kinerja portofolio obligasi
*
Analisa pengembangan instrumen Surat Berharga Negara (SBN).
Indeks obligasi Negara diterbitkan secara harian dengan menggunakan tahun dasar Juni 2004 yang ditetapkan 100 sebagai nilai dasar Index. dengan melakukan pengelompokan obligasi sebagai berikut :
1.
Obligasi Negara dengan mata uang rupiah dan memiliki kupon berbunga tetap
2.
Sisa jangka waktu jatuh tempo sekurang-kurangnya 1 tahun
Metodologi yang dipakai dalam IGBX
Indeks Obligasi Negara adalah nilai rata-rata tertimbang (weigthed average) terhadap nilai obligasi yang masih tercatat dan dapat diperdagangkan. Perhitungan IGBX menggunakan metode perhitungan Bond Index yang lazim digunakan dengan berdasarkan perubahan harga pasar yang terjadi di pasar secara harian (dalam hal ini adalah data harga transaksi Obligasi Negara yang dilaporkan melalui PT Bursa Efek Indonesia selaku Penerima Laporan Transaksi Efek).
IGBX dikelompokkan dalam beberapa sub-grup, di mana masing-masing sub grup terdiri atas beberapa Obligasi Negara yang memiliki struktur jatuh termpo lebih dari 1 tahun. Pengelompokan dilakukan berdasarkan uji statistik berdasarkan pada tingkat kemiripan setiap Time To Maturity (TTM).
Pembagian struktur jatuh tempo SUN adalah sebagai berikut:
*
Sub-grup 1 : 1 Tahun ≤ Time to maturity < 5 Tahun
*
Sub-grup 2 : 5 Tahun ≤ Time to maturity < 7 Tahun
*
Sub-grup 3 : 7 Tahun ≤ Time to maturity
Informasi IGBX
Clean Price Index (CPI)
Merupakan hasil perhitungan perkembangan harga pasar atas suatu kelompok Obligasi Negara, berdasarkan jatuh temponya. Harga pasar yang digunakan adalah harga Obligasi Negara yang terjadi dan dilaporkan melalui PT Bursa Efek Indonesia selaku Penerima Laporan Transaksi Efek yang disesuaikan terlebih dahulu menjadi clean price. CPI memberikan gambaran perkembangan harga pada saat tertentu (t), dibandingkan dengan pada saat penyusunan Indeks Obligasi Negara (base date).
Yield
Yang dimaksudkan adalah yield to maturity dari masing-masing obligasi. Yield Index, atau disebut juga Bondway (Bond Weigthed Average Yield), merupakan angka yang diperoleh dari weighted average yield terhadap nilai nominal dari obligasi tercatat dan dapat diperdagangkan. Angka index ini, dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur keberhasilan perolehan yield suatu portofolio.
Total Return Index (TRI).
Hampir semua bursa menggunakan Total Return Index (TRI) sebagai informasi yang wajib disampaikan. TRI dihitung berdasarkan kenaikan index harga dari previous price-nya. Harga yang digunakan untuk perhitungan TRI adalah gross price (clean price ditambah accrued interest). Untuk perhitungan seluruh index tersebut, tanggal dasar penyusunan index yang digunakan adalah 18 Juni 2004.
investasi saham untuk pemula
Investasi Saham Untuk Pemula
March 9th, 2008 | Investment
“When it comes to predicting the market, the important skill is not listening, but snoring. The trick is not to learn to trust your gut feelings, but rather to discipline yourself to ignore them. Stand by your stocks as long as the fundamental story of the company hasn’t changed.”
—-Peter Lynch
“Rule number one of investing is never lose money.
Rule number two is never forget rule number 1″
—-Warren Buffet
Sebagian besar masyarakat kita pernah mendengar kata “saham” namun tak jarang yang masih menyisakan banyak pertanyaan di benaknya. Misalnya, apakah investasi saham bisa dilakukan oleh individu? Atau, andaikata penghasilan saya kurang dari Rp 5 juta per bulan, bisakah saya berinvestasi saham? Atau, seandainya saya ingin berinvestasi, apa tahapannya dan siapa yang harus saya hubungi? Nah, karena ada beberapa email yang mengajukan pertanyaan serupa, maka sekalian saja saya tulis di sini.
Seperti kita tahu, saham adalah surat berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas suatu perusahaan. Anda membeli saham berarti Anda membeli sebagian kepemilikan atas perusahaan tersebut. Selama perusahaan beroperasi dan membukukan keuntungan, Anda juga berhak mendapat bagian dalam bentuk dividen. Anda juga bisa mengambil keuntungan dari naiknya harga saham tersebut dari waktu ke waktu. Untuk lebih lengkapnya, silakan download dan pelajari publikasi Bursa Efek Indonesia berikut.
Bagaimana Memulainya?
Sebelum memulai berinvestasi, Anda harus membuka rekening efek terlebih dahulu melalui perusahaan sekuritas yang terdaftar sebagai anggota bursa di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu Anda diharuskan menyetor sejumlah deposit yang bisa bervariasi antara Rp 10 juta – Rp 50 juta. Masing-masing sekuritas berbeda satu sama lain—-ada yang menawarkan full-service, ada yang hanya melayani jual-beli saja. Ada pula perusahaan sekuritas yang memberikan jasa online brokerage, sehingga Anda bisa melakukan jual-beli lewat internet. Beberapa di antaranya adalah:
* Etrading Securities
* Indo Premier Securities
* Phillip Securities Indonesia
* Samuel Sekuritas Indonesia
* Sarijaya Permana Sekuritas
* Supra Securinvest
Daftar lengkapnya bisa dilihat di sini.
Setelah Anda mengisi form, melengkapi persyaratan dan administrasi, biasanya 2-3 hari kemudian Anda bisa mulai berinvestasi. Besarnya fee untuk bertransaksi sekitar 0,2% untuk beli dan 0,3% untuk jual. Perusahaan sekuritas biasanya membolehkan Anda untuk bertransaksi yang nilainya 2-3 kali dari deposit yang Anda setorkan. Dana biasanya ditransfer dari/ke rekening Anda pada T+2 (beli) sampai T+3 (jual).
Namun, Anda juga perlu berhati-hati dengan broker. Mereka dibayar berdasarkan komisi beli-jual—-tak peduli Anda untung atau rugi. Broker-broker nakal bahkan sering menggunakan dana Anda tanpa ijin untuk melakukan trasaksi sendiri. Selain itu, sebagian broker (perusahaan sekuritas) juga bertindak sebagai penjamin emisi (underwriter) ketika sebuah perusahaan mendaftarkan diri di bursa. Demi alasan marketing, mereka punya kepentingan untuk menjaga agar harga saham emiten tersebut tetap “bagus.” Oleh karenanya, jangan jadikan rekomendasi dari analis sebagai sumber utama dalam melakukan investasi—-melainkan sebagai masukan saja. Yang terbaik tentu saja do your own homework!
Analisis Fundamental & Teknikal
Dalam dunia investasi, ada 2 metode yang lazim digunakan sebagai alat, yaitu fundamental analysis (FA) dan technical analysis (FA). FA menilai saham berdasarkan kondisi fundamental perusahaan itu sendiri, karenanya, FA lebih sesuai untuk investasi jangka panjang. Seorang FA sejati biasanya tak cuma sekadar menganalisis data keuangan saja, tetapi juga datang ke perusahaan yang diincar, berbicara dengan manajemen dan pemiliknya, melihat visi-misi dan strategic plan ke depan, dan sebagainya. Tak jarang seorang FA sejati sampai terbang ke seantero dunia demi mengorek informasi langsung dari perusahaan.
Sementara itu, TA menilai harga saham berdasarkan refleksi harga di masa lalu dengan membaca sentimen, tren, dan proyeksi yang mungkin terjadi di masa depan. TA akan membantu Anda memerkirakan arah pergerakan harga, membuat batas-batas pergerakan dalam kondisi tertentu, serta menunjukkan target arah beserta risikonya. TA lazimnya dilakukan dengan bantuan software aplikasi dan banyak mengeksploitasi grafik (chart). Karena sifat dan karakternya, TA lebih cocok untuk trading (spekulasi) dalam jangka pendek atau perlindungan (hedging).
Khusus di Indonesia, ada sebagian orang yang memasukkan bandarmologi analysis (BA) sebagai salah satu alat alternatif. Singkatnya, BA dilakukan dengan mencari rumor dan bisikan tertentu, lalu membonceng bandar saat mereka akan menggoreng sebuah saham. BA hanya sesuai untuk dilakukan dalam waktu yang benar-benar pendek—-dan Anda punya akses untuk menemukan saham mana yang siap untuk digoreng.
Gorengan (cornering) adalah aksi yang dilakukan untuk memanipulasi harga dengan membuat permintaan yang sangat tinggi atas saham tersebut. Setelah harga sahamnya melewati target point tertentu, mereka kemudian melakukan aksi jual untuk meraih capital gain. Saham-saham gorengan biasanya merupakan saham lapis dua-tiga yang peredarannya tidak banyak dan harganya relatif murah. Mereka bisa naik-turun dengan sangat drastis tanpa sebab yang jelas dan harga saham tidak mencerminkan kinerja yang sesungguhnya.
Mana yang paling tepat? Masing-masing hanya sebuah alat yang akan bermanfaat bila digunakan oleh orang yang tepat pada waktu yang tepat pula. Saya sendiri lebih menyukai FA karena filosofi saya adalah membeli saham dalam rangka memiliki perusahaan tersebut. Selama ini, semua dihitung hanya dengan kalkulator (atau ponsel) dan dicatat di kertas/map tanpa software khusus. Sejauh ini, saya juga belum pernah menjual saham yang pernah saya beli.
Kalau Anda tertarik mempelajari lebih lanjut fundamental analysis, silakan baca buku The Intelligent Investor karya Benjamin Graham, terbitan HarperBusiness Essential. Aslinya, buku ini terbitan tahun 1973, namun ditulis ulang tahun 2003. Buku Henry Markowitz, Portfolio Selection: Efficient Diversification of Investments, terbitan Yale University Press juga layak dijadikan referensi.
Sementara itu, kalau Anda lebih prefer ke technical analysis, saya sarankan baca buku Technical Analysis of the Financial Markets karya John Murphy, terbitan New York Institute of Finance (1986). Ada juga yang menyarankan buku Technical Analysis A to Z karya Stephen Achelis (2003)—-tapi saya belum pernah baca. Mengenai bandarmologi analysis, sejauh ini nampaknya belum ada buku yang menulis khusus tentang itu. :)
Memilih Saham Unggulan
Setelah rekening efek Anda siap dan Anda sudah bisa melakukan jual/beli saham, maka bagian tersulit dari investasi saham adalah memilih jagoan yang nantinya akan memberikan hasil terbaik bagi kita. Karena saham merupakan tanda kepemilikan kita atas perusahaan, maka ada baiknya untuk berfikir layaknya pemilik bisnis (business owner). Sebelum menentukan perusahaan mana yang ingin dibeli, lakukan investigasi terlebih dahulu terhadap fundamental perusahaan yang Anda incar.
Ada ratusan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Anda bisa memulai dengan menyortir perusahaan-perusahaan dengan bidang bisnis yang Anda pahami atau perusahaan-perusahaan yang memiliki produk dan jasa unggulan. Pilih perusahaan yang Anda perkirakan akan terus bertumbuh selama 10, 20, 30 tahun ke depan. Selanjutnya, sortir berdasar manajemen dan pemiliknya. Pilih perusahaan yang dikelola oleh tim manajemen yang mumpuni. Hindari perusahaan yang punya tren “aneh”, misalnya sebuah perusahaan batubara ketika harga komoditi batubara naik namun harga sahamnya justru turun.
Ada baiknya juga memilih perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah atau grup bisnis yang terkenal profesional. Perusahaan yang dimiliki pemerintah (BUMN) biasanya “dituntut” untuk profitable dan memberikan sumbangan kepada negara melalui penerimaan dividen. Hindari perusahaan yang dimiliki (dikelola) oleh grup-grup bisnis yang memiliki reputasi kurang baik. Berhati-hatilah karena mereka tak jarang melakukan manipulasi laporan keuangan atau melakukan trik financial engineering yang kasar.
Warren Buffett menyarankan untuk memilih perusahaan yang memiliki economic moats, atau keunggulan kompetitif yang sulit untuk ditiru oleh kompetitornya. Economic moats bisa berupa keunggulan dalam bentuk brand (kekuatan merk), cost (efisiensi biaya), switching (“kesulitan” untuk berpindah ke produk/jasa lain), atau protection (perlindungan berupa paten, hak pengelolaan, aturan pemerintah, dsb). Economic moats tersebut akan membuat customer rela membayar lebih tinggi. Oleh karenanya, perusahaan yang memiliki economic moats bagus akan lebih profitable dan tetap bisa bertumbuh—-sekalipun suku bunga atau harga-harga sedang naik.
Sebagian orang juga menyarankan untuk membeli perusahaan-perusahaan berkapitalisasi besar (bluechip) dan yang likuid serta sering dijualbelikan (LQ45). Perhatikan juga bila perusahaan tersebut berencana untuk membeli kembali (buyback) saham mereka. Biasanya itu merupakan pertanda saham mereka dihargai lebih murah dan punya prospek yang bagus di masa depan.
Masih bingung juga? Mungkin Anda bisa sedikit “mencontek” portofolio dari reksadana saham yang selama ini punya kinerja moncer. Isi perut reksadana tersebut bisa dilihat dari laporan tahunan dan/atau prospektus mereka. Anda bisa gunakan portofolio mereka sebagai guidance untuk menyeleksi perusahaan yang akan menjadi tempat Anda berinvestasi.
Nah, kalau Anda menyortir sekian ratus perusahaan yang listing di BEI, maka sampai tahap ini pilihan yang tersisa mungkin tinggal 20-30 perusahaan saja. Cari informasi lebih lengkap tentang kondisi sebenarnya perusahaan tersebut, misalnya dari karyawan, klien, supplier, atau akuntan yang mengaudit perusahaan tersebut. Bila ada waktu, kunjungi perusahaannya supaya mendapat gambaran yang lebih lengkap. Kalau tidak, berarti Anda harus “make sure” bahwa laporan keuangan sudah mencerminkan kondisi sesungguhnya dari perusahaan tersebut.
Baca laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang Anda incar. Anda bisa menemukannya di sini, sini, dan sini. Alternatifnya, Anda juga bisa men-download di situs web perusahaan yang bersangkutan.
Pilih perusahaan dengan return on equity (ROE) lebih dari 15%. Hal ini menggambarkan bagaimana kemampuan manajemen dalam mengelola modal yang dimilikinya. Kalau ROE hanya berkisar 8-9%, maka berinvestasi di perusahaan tersebut sama saja dengan menabung dalam bentuk deposito.
Selanjutnya, pilih perusahaan yang pertumbuhan laba (earning growth) stabil berkisar antara 20% atau lebih. Pilih juga perusahaan yang memiliki rasio utang terhadap modal yang relatif rendah dan rasio harga per free cashflow rendah. Artinya, perusahaan bisa menghasilkan kas dalam jumlah besar untuk membiayai operasional perusahaan dan melakukan ekspansi tanpa perlu mengandalkan pinjaman dari luar yang berbiaya tinggi. Rasio debt/capital yang rendah juga memungkinkan perusahaan menghasilkan cashflow yang lebih sehat dan tak terlalu sensitif dengan pergerakan suku bunga.
Sampai tahap ini, mungkin tinggal 10-15 perusahaan saja yang tersisa di tangan Anda.
Memprediksi Harga Wajar Saham
Asumsikan Anda sudah menemukan 10-15 perusahaan terbaik menurut Anda. Lalu, bagaimana cara untuk menentukan harga wajar saham tersebut? Pertama, tentukan earning per share (EPS) dan tren pertumbuhannya untuk 5 tahun ke depan. Kalau pertumbuhannya di atas 15%, gunakan rate 15%; sementara bila pertumbuhannya di bawah 10%, gunakan rate 10%. Kalikan untuk melihat future value pada akhir tahun kelima.
Setelah menemukan EPS pada akhir tahun kelima, kalikan dengan price earning ratio (PER) pada tahun tersebut. PER pada tahun tersebut dihitung dengan aturan sederhana; bila PER kurang dari 20%, gunakan rate 12%; bila PER lebih dari 20%, gunakan rate 17%. Selama ini, penelitian menunjukkan sangat jarang perusahaan membukukan PER tinggi lebih dari 17% selama bertahun-tahun. Setelah dikalikan, Anda akan menemukan perkiraan harga saham pada akhir tahun kelima.
Selanjutnya, tentukan berapa value sebenarnya saham tersebut. Caranya, tambahkan perkiraan harga saham pada akhir tahun kelima dengan dividen yang diperoleh. Dividen dihitung dengan menjumlahkan EPS selama lima tahun dikalikan dengan dividen payout ratio (DPR). Setelah ketemu fair value saham tersebut pada akhir tahun kelima, tinggal mendiskontokan ke nilai sekarang dengan target (hurdle rate) yang kita inginkan.
Simulasi Fair Value Saham
Perhatikan contoh berikut. Dengan menggunakan hurdle rate 15%, yaitu mengasumsikan saham perusahaan akan memberikan return 15% secara kontinu, saham TLKM bisa dibeli di bawah harga Rp 10.500. Sementara dengan hurdle rate 20%, saham TLKM harus dibeli di bawah harga Rp 8.500. Nah, bila harga saat ini Rp 9.700, kalau mengharap return setidaknya 15% per tahun, Anda boleh membeli sekarang. Namun, bila Anda mengharapkan return setidaknya 20%, Anda harus menunggu sampai harganya turun ke Rp 8.500.
Tentu saja perhitungan tersebut masih sangat kasar. Saya juga menghitung hanya dengan corat-coret. Selain itu, rate yang saya gunakan sangat konservatif karena banyak dari saham tersebut memiliki pertumbuhan EPS dan PER sangat tinggi. Bisa jadi, harga yang nantinya terbentuk jauh melampaui perhitungan tersebut. Tapi setidaknya simulasi di atas bisa jadi acuan untuk menaksir harga wajar suatu saham.
Setelah menemukan 5-7 saham terbaik yang memenuhi hurdle rate Anda dan diperdagangkan di bawah nilai intrinsiknya, buy as much as you can. Hold untuk waktu yang lama. Insya Allah 4-5 tahun investasi Anda mulai menunjukkan hasil.
Last but Not Least
Invest your time before invest your money. Sebelum terjun beneran, ada baiknya untuk meluangkan waktu belajar, membaca buku, mengikuti workshop, dan menggali lebih banyak informasi lain. [Promosi: Saya sedang menulis buku lebih detil soal saham. Mohon doa restu, mudah-mudahan bisa segera terselesaikan. :) ]
Jangan lupakan juga aturan dasar dalam berinvestasi: beli perusahaan bagus dengan harga diskon. Don’t be afraid to wait. Cari timing bagus yang memungkinkan Anda membeli di harga murah, misalnya bulan-bulan Januari-Februari. Kalau Anda bisa membeli murah, walaupun harga tidak naik, Anda tetap melakukan “best buying” dan tetap mendapatkan potensi keuntungan melalui dividen.
Bagaimana dengan pergerakan naik turunnya harga? Saya sendiri tak terlalu memedulikan. John Bogle, dalam tesisnya sewaktu masih di Princeton, mengatakan bahwa dalam jangka pendek harga akan selalu bergerak mengikuti psikologi dan sentimen pasar. Namun dalam jangka panjang, harga akan mencerminkan fundamental perusahaan itu sendiri. Selama tembakan kita jitu, dalam jangka panjang, ia akan memberi keuntungan yang cukup lumayan buat kita. Jangan tergoda untuk keluar-masuk hanya karena fluktuasi harga. Lebih baik Anda fokus pada pekerjaan lain atau mencari penghasilan alternatif untuk diinvestasikan lagi ke portofolio Anda.
Walau terdengar klise, jangan lupa untuk selalu berdoa agar dibimbing dalam membuat analisis dan keputusan investasi terbaik. Kalau investasi Anda sudah sukses, jangan lupakan untuk sisihkan setidaknya 10% dari keuntungan Anda buat mereka yang kurang beruntung. Kalau ada orang lain yang tertarik mencoba mengikuti jejak Anda, jangan segan-segan untuk membagi ilmu dan pengalaman.
March 9th, 2008 | Investment
“When it comes to predicting the market, the important skill is not listening, but snoring. The trick is not to learn to trust your gut feelings, but rather to discipline yourself to ignore them. Stand by your stocks as long as the fundamental story of the company hasn’t changed.”
—-Peter Lynch
“Rule number one of investing is never lose money.
Rule number two is never forget rule number 1″
—-Warren Buffet
Sebagian besar masyarakat kita pernah mendengar kata “saham” namun tak jarang yang masih menyisakan banyak pertanyaan di benaknya. Misalnya, apakah investasi saham bisa dilakukan oleh individu? Atau, andaikata penghasilan saya kurang dari Rp 5 juta per bulan, bisakah saya berinvestasi saham? Atau, seandainya saya ingin berinvestasi, apa tahapannya dan siapa yang harus saya hubungi? Nah, karena ada beberapa email yang mengajukan pertanyaan serupa, maka sekalian saja saya tulis di sini.
Seperti kita tahu, saham adalah surat berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas suatu perusahaan. Anda membeli saham berarti Anda membeli sebagian kepemilikan atas perusahaan tersebut. Selama perusahaan beroperasi dan membukukan keuntungan, Anda juga berhak mendapat bagian dalam bentuk dividen. Anda juga bisa mengambil keuntungan dari naiknya harga saham tersebut dari waktu ke waktu. Untuk lebih lengkapnya, silakan download dan pelajari publikasi Bursa Efek Indonesia berikut.
Bagaimana Memulainya?
Sebelum memulai berinvestasi, Anda harus membuka rekening efek terlebih dahulu melalui perusahaan sekuritas yang terdaftar sebagai anggota bursa di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu Anda diharuskan menyetor sejumlah deposit yang bisa bervariasi antara Rp 10 juta – Rp 50 juta. Masing-masing sekuritas berbeda satu sama lain—-ada yang menawarkan full-service, ada yang hanya melayani jual-beli saja. Ada pula perusahaan sekuritas yang memberikan jasa online brokerage, sehingga Anda bisa melakukan jual-beli lewat internet. Beberapa di antaranya adalah:
* Etrading Securities
* Indo Premier Securities
* Phillip Securities Indonesia
* Samuel Sekuritas Indonesia
* Sarijaya Permana Sekuritas
* Supra Securinvest
Daftar lengkapnya bisa dilihat di sini.
Setelah Anda mengisi form, melengkapi persyaratan dan administrasi, biasanya 2-3 hari kemudian Anda bisa mulai berinvestasi. Besarnya fee untuk bertransaksi sekitar 0,2% untuk beli dan 0,3% untuk jual. Perusahaan sekuritas biasanya membolehkan Anda untuk bertransaksi yang nilainya 2-3 kali dari deposit yang Anda setorkan. Dana biasanya ditransfer dari/ke rekening Anda pada T+2 (beli) sampai T+3 (jual).
Namun, Anda juga perlu berhati-hati dengan broker. Mereka dibayar berdasarkan komisi beli-jual—-tak peduli Anda untung atau rugi. Broker-broker nakal bahkan sering menggunakan dana Anda tanpa ijin untuk melakukan trasaksi sendiri. Selain itu, sebagian broker (perusahaan sekuritas) juga bertindak sebagai penjamin emisi (underwriter) ketika sebuah perusahaan mendaftarkan diri di bursa. Demi alasan marketing, mereka punya kepentingan untuk menjaga agar harga saham emiten tersebut tetap “bagus.” Oleh karenanya, jangan jadikan rekomendasi dari analis sebagai sumber utama dalam melakukan investasi—-melainkan sebagai masukan saja. Yang terbaik tentu saja do your own homework!
Analisis Fundamental & Teknikal
Dalam dunia investasi, ada 2 metode yang lazim digunakan sebagai alat, yaitu fundamental analysis (FA) dan technical analysis (FA). FA menilai saham berdasarkan kondisi fundamental perusahaan itu sendiri, karenanya, FA lebih sesuai untuk investasi jangka panjang. Seorang FA sejati biasanya tak cuma sekadar menganalisis data keuangan saja, tetapi juga datang ke perusahaan yang diincar, berbicara dengan manajemen dan pemiliknya, melihat visi-misi dan strategic plan ke depan, dan sebagainya. Tak jarang seorang FA sejati sampai terbang ke seantero dunia demi mengorek informasi langsung dari perusahaan.
Sementara itu, TA menilai harga saham berdasarkan refleksi harga di masa lalu dengan membaca sentimen, tren, dan proyeksi yang mungkin terjadi di masa depan. TA akan membantu Anda memerkirakan arah pergerakan harga, membuat batas-batas pergerakan dalam kondisi tertentu, serta menunjukkan target arah beserta risikonya. TA lazimnya dilakukan dengan bantuan software aplikasi dan banyak mengeksploitasi grafik (chart). Karena sifat dan karakternya, TA lebih cocok untuk trading (spekulasi) dalam jangka pendek atau perlindungan (hedging).
Khusus di Indonesia, ada sebagian orang yang memasukkan bandarmologi analysis (BA) sebagai salah satu alat alternatif. Singkatnya, BA dilakukan dengan mencari rumor dan bisikan tertentu, lalu membonceng bandar saat mereka akan menggoreng sebuah saham. BA hanya sesuai untuk dilakukan dalam waktu yang benar-benar pendek—-dan Anda punya akses untuk menemukan saham mana yang siap untuk digoreng.
Gorengan (cornering) adalah aksi yang dilakukan untuk memanipulasi harga dengan membuat permintaan yang sangat tinggi atas saham tersebut. Setelah harga sahamnya melewati target point tertentu, mereka kemudian melakukan aksi jual untuk meraih capital gain. Saham-saham gorengan biasanya merupakan saham lapis dua-tiga yang peredarannya tidak banyak dan harganya relatif murah. Mereka bisa naik-turun dengan sangat drastis tanpa sebab yang jelas dan harga saham tidak mencerminkan kinerja yang sesungguhnya.
Mana yang paling tepat? Masing-masing hanya sebuah alat yang akan bermanfaat bila digunakan oleh orang yang tepat pada waktu yang tepat pula. Saya sendiri lebih menyukai FA karena filosofi saya adalah membeli saham dalam rangka memiliki perusahaan tersebut. Selama ini, semua dihitung hanya dengan kalkulator (atau ponsel) dan dicatat di kertas/map tanpa software khusus. Sejauh ini, saya juga belum pernah menjual saham yang pernah saya beli.
Kalau Anda tertarik mempelajari lebih lanjut fundamental analysis, silakan baca buku The Intelligent Investor karya Benjamin Graham, terbitan HarperBusiness Essential. Aslinya, buku ini terbitan tahun 1973, namun ditulis ulang tahun 2003. Buku Henry Markowitz, Portfolio Selection: Efficient Diversification of Investments, terbitan Yale University Press juga layak dijadikan referensi.
Sementara itu, kalau Anda lebih prefer ke technical analysis, saya sarankan baca buku Technical Analysis of the Financial Markets karya John Murphy, terbitan New York Institute of Finance (1986). Ada juga yang menyarankan buku Technical Analysis A to Z karya Stephen Achelis (2003)—-tapi saya belum pernah baca. Mengenai bandarmologi analysis, sejauh ini nampaknya belum ada buku yang menulis khusus tentang itu. :)
Memilih Saham Unggulan
Setelah rekening efek Anda siap dan Anda sudah bisa melakukan jual/beli saham, maka bagian tersulit dari investasi saham adalah memilih jagoan yang nantinya akan memberikan hasil terbaik bagi kita. Karena saham merupakan tanda kepemilikan kita atas perusahaan, maka ada baiknya untuk berfikir layaknya pemilik bisnis (business owner). Sebelum menentukan perusahaan mana yang ingin dibeli, lakukan investigasi terlebih dahulu terhadap fundamental perusahaan yang Anda incar.
Ada ratusan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Anda bisa memulai dengan menyortir perusahaan-perusahaan dengan bidang bisnis yang Anda pahami atau perusahaan-perusahaan yang memiliki produk dan jasa unggulan. Pilih perusahaan yang Anda perkirakan akan terus bertumbuh selama 10, 20, 30 tahun ke depan. Selanjutnya, sortir berdasar manajemen dan pemiliknya. Pilih perusahaan yang dikelola oleh tim manajemen yang mumpuni. Hindari perusahaan yang punya tren “aneh”, misalnya sebuah perusahaan batubara ketika harga komoditi batubara naik namun harga sahamnya justru turun.
Ada baiknya juga memilih perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah atau grup bisnis yang terkenal profesional. Perusahaan yang dimiliki pemerintah (BUMN) biasanya “dituntut” untuk profitable dan memberikan sumbangan kepada negara melalui penerimaan dividen. Hindari perusahaan yang dimiliki (dikelola) oleh grup-grup bisnis yang memiliki reputasi kurang baik. Berhati-hatilah karena mereka tak jarang melakukan manipulasi laporan keuangan atau melakukan trik financial engineering yang kasar.
Warren Buffett menyarankan untuk memilih perusahaan yang memiliki economic moats, atau keunggulan kompetitif yang sulit untuk ditiru oleh kompetitornya. Economic moats bisa berupa keunggulan dalam bentuk brand (kekuatan merk), cost (efisiensi biaya), switching (“kesulitan” untuk berpindah ke produk/jasa lain), atau protection (perlindungan berupa paten, hak pengelolaan, aturan pemerintah, dsb). Economic moats tersebut akan membuat customer rela membayar lebih tinggi. Oleh karenanya, perusahaan yang memiliki economic moats bagus akan lebih profitable dan tetap bisa bertumbuh—-sekalipun suku bunga atau harga-harga sedang naik.
Sebagian orang juga menyarankan untuk membeli perusahaan-perusahaan berkapitalisasi besar (bluechip) dan yang likuid serta sering dijualbelikan (LQ45). Perhatikan juga bila perusahaan tersebut berencana untuk membeli kembali (buyback) saham mereka. Biasanya itu merupakan pertanda saham mereka dihargai lebih murah dan punya prospek yang bagus di masa depan.
Masih bingung juga? Mungkin Anda bisa sedikit “mencontek” portofolio dari reksadana saham yang selama ini punya kinerja moncer. Isi perut reksadana tersebut bisa dilihat dari laporan tahunan dan/atau prospektus mereka. Anda bisa gunakan portofolio mereka sebagai guidance untuk menyeleksi perusahaan yang akan menjadi tempat Anda berinvestasi.
Nah, kalau Anda menyortir sekian ratus perusahaan yang listing di BEI, maka sampai tahap ini pilihan yang tersisa mungkin tinggal 20-30 perusahaan saja. Cari informasi lebih lengkap tentang kondisi sebenarnya perusahaan tersebut, misalnya dari karyawan, klien, supplier, atau akuntan yang mengaudit perusahaan tersebut. Bila ada waktu, kunjungi perusahaannya supaya mendapat gambaran yang lebih lengkap. Kalau tidak, berarti Anda harus “make sure” bahwa laporan keuangan sudah mencerminkan kondisi sesungguhnya dari perusahaan tersebut.
Baca laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang Anda incar. Anda bisa menemukannya di sini, sini, dan sini. Alternatifnya, Anda juga bisa men-download di situs web perusahaan yang bersangkutan.
Pilih perusahaan dengan return on equity (ROE) lebih dari 15%. Hal ini menggambarkan bagaimana kemampuan manajemen dalam mengelola modal yang dimilikinya. Kalau ROE hanya berkisar 8-9%, maka berinvestasi di perusahaan tersebut sama saja dengan menabung dalam bentuk deposito.
Selanjutnya, pilih perusahaan yang pertumbuhan laba (earning growth) stabil berkisar antara 20% atau lebih. Pilih juga perusahaan yang memiliki rasio utang terhadap modal yang relatif rendah dan rasio harga per free cashflow rendah. Artinya, perusahaan bisa menghasilkan kas dalam jumlah besar untuk membiayai operasional perusahaan dan melakukan ekspansi tanpa perlu mengandalkan pinjaman dari luar yang berbiaya tinggi. Rasio debt/capital yang rendah juga memungkinkan perusahaan menghasilkan cashflow yang lebih sehat dan tak terlalu sensitif dengan pergerakan suku bunga.
Sampai tahap ini, mungkin tinggal 10-15 perusahaan saja yang tersisa di tangan Anda.
Memprediksi Harga Wajar Saham
Asumsikan Anda sudah menemukan 10-15 perusahaan terbaik menurut Anda. Lalu, bagaimana cara untuk menentukan harga wajar saham tersebut? Pertama, tentukan earning per share (EPS) dan tren pertumbuhannya untuk 5 tahun ke depan. Kalau pertumbuhannya di atas 15%, gunakan rate 15%; sementara bila pertumbuhannya di bawah 10%, gunakan rate 10%. Kalikan untuk melihat future value pada akhir tahun kelima.
Setelah menemukan EPS pada akhir tahun kelima, kalikan dengan price earning ratio (PER) pada tahun tersebut. PER pada tahun tersebut dihitung dengan aturan sederhana; bila PER kurang dari 20%, gunakan rate 12%; bila PER lebih dari 20%, gunakan rate 17%. Selama ini, penelitian menunjukkan sangat jarang perusahaan membukukan PER tinggi lebih dari 17% selama bertahun-tahun. Setelah dikalikan, Anda akan menemukan perkiraan harga saham pada akhir tahun kelima.
Selanjutnya, tentukan berapa value sebenarnya saham tersebut. Caranya, tambahkan perkiraan harga saham pada akhir tahun kelima dengan dividen yang diperoleh. Dividen dihitung dengan menjumlahkan EPS selama lima tahun dikalikan dengan dividen payout ratio (DPR). Setelah ketemu fair value saham tersebut pada akhir tahun kelima, tinggal mendiskontokan ke nilai sekarang dengan target (hurdle rate) yang kita inginkan.
Simulasi Fair Value Saham
Perhatikan contoh berikut. Dengan menggunakan hurdle rate 15%, yaitu mengasumsikan saham perusahaan akan memberikan return 15% secara kontinu, saham TLKM bisa dibeli di bawah harga Rp 10.500. Sementara dengan hurdle rate 20%, saham TLKM harus dibeli di bawah harga Rp 8.500. Nah, bila harga saat ini Rp 9.700, kalau mengharap return setidaknya 15% per tahun, Anda boleh membeli sekarang. Namun, bila Anda mengharapkan return setidaknya 20%, Anda harus menunggu sampai harganya turun ke Rp 8.500.
Tentu saja perhitungan tersebut masih sangat kasar. Saya juga menghitung hanya dengan corat-coret. Selain itu, rate yang saya gunakan sangat konservatif karena banyak dari saham tersebut memiliki pertumbuhan EPS dan PER sangat tinggi. Bisa jadi, harga yang nantinya terbentuk jauh melampaui perhitungan tersebut. Tapi setidaknya simulasi di atas bisa jadi acuan untuk menaksir harga wajar suatu saham.
Setelah menemukan 5-7 saham terbaik yang memenuhi hurdle rate Anda dan diperdagangkan di bawah nilai intrinsiknya, buy as much as you can. Hold untuk waktu yang lama. Insya Allah 4-5 tahun investasi Anda mulai menunjukkan hasil.
Last but Not Least
Invest your time before invest your money. Sebelum terjun beneran, ada baiknya untuk meluangkan waktu belajar, membaca buku, mengikuti workshop, dan menggali lebih banyak informasi lain. [Promosi: Saya sedang menulis buku lebih detil soal saham. Mohon doa restu, mudah-mudahan bisa segera terselesaikan. :) ]
Jangan lupakan juga aturan dasar dalam berinvestasi: beli perusahaan bagus dengan harga diskon. Don’t be afraid to wait. Cari timing bagus yang memungkinkan Anda membeli di harga murah, misalnya bulan-bulan Januari-Februari. Kalau Anda bisa membeli murah, walaupun harga tidak naik, Anda tetap melakukan “best buying” dan tetap mendapatkan potensi keuntungan melalui dividen.
Bagaimana dengan pergerakan naik turunnya harga? Saya sendiri tak terlalu memedulikan. John Bogle, dalam tesisnya sewaktu masih di Princeton, mengatakan bahwa dalam jangka pendek harga akan selalu bergerak mengikuti psikologi dan sentimen pasar. Namun dalam jangka panjang, harga akan mencerminkan fundamental perusahaan itu sendiri. Selama tembakan kita jitu, dalam jangka panjang, ia akan memberi keuntungan yang cukup lumayan buat kita. Jangan tergoda untuk keluar-masuk hanya karena fluktuasi harga. Lebih baik Anda fokus pada pekerjaan lain atau mencari penghasilan alternatif untuk diinvestasikan lagi ke portofolio Anda.
Walau terdengar klise, jangan lupa untuk selalu berdoa agar dibimbing dalam membuat analisis dan keputusan investasi terbaik. Kalau investasi Anda sudah sukses, jangan lupakan untuk sisihkan setidaknya 10% dari keuntungan Anda buat mereka yang kurang beruntung. Kalau ada orang lain yang tertarik mencoba mengikuti jejak Anda, jangan segan-segan untuk membagi ilmu dan pengalaman.
Subscribe to:
Posts (Atom)